Budaya Riset di Sekolah Berbasis Kesetaraan Sosial
GH News April 20, 2025 05:05 PM

TIMESINDONESIA, GERSIK – Di Indonesia sudah banyak sekolah yang mempunyai program prioritas berupa riset. Program riset yang diwujudkan dalam rupa ekstrakulikuler bahkan pada tingkatan lebih serius, ada sekolah yang mengintegrasikan riset ke dalam kurikulum sekolah. 

Fenomena ini menunjukkan bahwa ada kesadaran menekuni riset yang idealnya menjadi bagian hidup para penuntut ilmu dari berbagai level. Tidak hanya dimiliki oleh masyarakat akademik di universitas namun juga dimiliki oleh para masyarakat akademik di sekolah. 

Jika budaya riset mampu menyentuh di level sekolah, maka sesungguhnya budaya riset telah mengakar rumput. Bukankah salah satu tugas intelektual adalah memasyarakatkan ilmu yang dia miliki supaya seluruh kalangan bisa memahami. 

Tidak justru menjadikan intelektual menara gading melainkan menjadi intelektual organik sebagaimana pernah digaungkan oleh Antonio Gramsci. Lantas, bagaimana membangun budaya riset di sekolah?

Pola Relasi Setara: Guru dan Murid

Dalam upaya membangun membangun budaya riset di sekolah, maka dimulai dengan cara membangun pola relasi yang sehat. Pola relasi yang sehat antara guru dan murid adalah pola relasi yang setara. Guru dan murid memiliki kedudukan yang setara sehingga guru tidak menempatkan diri menjadi pihak superordinat dan murid menjadi pihak subordinat. 

Ritzer dan Stepnisky (2018) pernah menjelaskan bahwa hubungan pihak superordinasi dan subordinasi adalah hubungan yang bersifat mengontrol. Di dalam hubungan tersebut, ada pihak individu dan kelompok yang berada di posisi mengontrol dan dikontrol (Ritzer & Stepnisky, 2018). Pihak superordinat mengontrol pihak subordinat. Pola relasi menjadi tidak setara. Maka di situ muncul malapetaka sosial.

Malapetaka sosial terjadi jika guru mempunyai posisi lebih dominan dan murid sebagai pihak yang didominasi sehingga mengakibatkan murid wajib mematuhi segala apapun perintah dari guru. Jika guru memperlakukan murid sebagai pihak subordinat atau pihak yang didominasi maka tidak jauh berbeda dengan gaya komunikasi zaman kolonial. 

Indonesia sudah merdeka akan tetapi warisan budaya kolonial masih terlihat jejak-jejaknya di kehidupan sosial. Bahkan ironisnya, jejak warisan budaya kolonial di lingkungan sekolah zaman sekarang masih terjadi.

Pola relasi yang tidak setara antara guru dan murid hanya akan melahirkan mental inlander (terjajah). Mental inlander ini akan menggiring murid bersikap inlander. Bilamana dikorelasikan dengan dunia riset, sikap inlander ini bisa terlihat selalu menganggap peneliti, penulis, maupun karya tulisan-tulisan berasal dari luar negeri lebih hebat dan lebih berkelas daripada peneliti, penulis, dan karya tulisan-tulisan yang berasal dari Indonesia. 

Memang betul pihak dari luar negeri terutama negara-negara Barat merupakan sumber pengetahuan yang bagus. Namun bukan berarti menjadikan mereka sebagai sumber pengetahuan utama dalam proses pengerjaan riset. Masih banyak peneliti hebat dari Indonesia yang aktif mempublikasikan jurnal-jurnal penelitian maupun buku-buku berkualitas. 

Justru saya merekomendasikan guru-guru harus aktif memperkenalkan karya-karya akademis dari Indonesia kepada murid-murid sebagai wujud mencintai produk Indonesia sekaligus mengurangi ketergantungan produk ilmu pengetahuan dari luar negeri. Bahkan mengarahkan para murid agar rajin mengutip tulisan-tulisan para peneliti Indonesia di dalam karya tulisan penelitian.

***

*) Oleh : Zahidiyah Ela Tursina, M.Hub., Int., Mantan Pembina Sekolah Riset SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik dan Pengurus PC Nasyiatul Aisyiyah Manyar Gresik. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

_______
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.