Investor Khawatir AS Resesi, Harga Bitcoin Capai USD 86.000 per 19 April 2025
kumparanBISNIS April 21, 2025 06:00 AM
Harga Bitcoin menunjukkan kenaikan dalam kisaran USD 84.000 hingga USD 86.000 per 19 April 2025. CEO Indodax, Oscar Darmawan mengatakan, salah satu kenaikan Bitcoin disebabkan investor global yang khawatir Amerika Serikat (AS) masuk ke jurang resesi. Selain itu, ketegangan perang dagang global juga menjadi pemicu harga Bitcoin naik.
Berdasarkan data CoinGecko, Bitcoin mengalami kenaikan tipis sebesar 1 persen dalam 24 jam terakhir, sementara kapitalisasi pasar sekitar USD 2,77 triliun, dengan volume perdagangan sebesar USD 46,71 miliar.
Salah satu faktor pendorong sentimen pasar adalah laporan bahwa pemerintahan Donald Trump tengah mempertimbangkan pembelian Bitcoin menggunakan pendapatan dari tarif perdagangan. Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi diversifikasi cadangan nasional AS.
CEO INDODAX, Oscar Darmawan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
CEO INDODAX, Oscar Darmawan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Sentimen pasar juga terangkat oleh masuknya modal baru ke dalam ETF Bitcoin spot. Laporan terbaru mencatat pada 14 April 2025, ETF ini mencatatkan arus masuk sebesar USD 1,47 juta, setelah tujuh hari berturut-turut mengalami arus keluar.
Kata Oscar, volatilitas harga dalam beberapa hari terakhir, terutama saat Bitcoin sempat menyentuh USD 86.000 sebelum kembali terkoreksi di bawah USD 84.000, merupakan respons pasar terhadap dinamika kebijakan perdagangan global dan minimnya likuiditas di akhir pekan.
"Kenaikan singkat ke level USD 86.000 beberapa waktu lalu dipicu oleh reaksi pasar terhadap kabar pengecualian tarif yang memberikan nafas segar sementara. Namun, faktor likuiditas yang rendah di akhir pekan dan belum adanya kejelasan arah kebijakan perdagangan AS membuat pasar kembali ragu, sehingga harga terkoreksi secara alami ke bawah USD 84.000," jelas Oscar, lewat keterangan resminya, Minggu (20/4).
Dia juga menggarisbawahi bahwa adopsi institusional, seperti lewat ETF dan potensi kebijakan pemerintah AS, menunjukkan kripto masuk dalam perhitungan serius para pengambil kebijakan. “Narasi bahwa Bitcoin adalah alat spekulatif perlahan mulai tergantikan dengan posisi Bitcoin sebagai penyimpan nilai dan pelindung kekayaan jangka panjang,” lanjutnya.
Menurut dia, jika pemerintah AS secara terbuka mempertimbangkan akumulasi Bitcoin, maka kepercayaan terhadap teknologi blockchain dan aset digital akan meningkat signifikan, bukan hanya dari investor ritel tetapi juga dari lembaga keuangan dan negara-negara lain.
Lebih lanjut, Oscar menilai potensi gangguan makroekonomi seperti konflik dagang atau resesi tetap harus diwaspadai.
“Bitcoin memang bisa menjadi alternatif investasi yang sudah teruji, tetapi investor harus tetap disiplin dalam manajemen risiko. Jangan berinvestasi karena euforia sesaat,” imbuh Oscar.
Oscar pun menyarankan penggunaan strategi investasi jangka panjang seperti Dollar-Cost Averaging (DCA), mengingat harga Bitcoin saat ini berada pada titik konsolidasi. “DCA adalah strategi yang bisa mengurangi tekanan emosional dalam menghadapi volatilitas pasar, apalagi saat situasi ekonomi global belum stabil,” pungkasnya.
***
Disclaimer: Keputusan investasi sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan dan keputusan pembaca. Berita ini bukan merupakan ajakan untuk membeli, menahan, atau menjual suatu produk investasi tertentu.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.