Grid.ID-Di tengah meningkatnya angka perselingkuhan dalam rumah tangga, tindakan melacak lokasi ponsel pasangan seringkali menjadi perhatian dan bahan diskusi. Sebagian orang menganggapnya sebagai bentuk kepedulian, sementara yang lain melihatnya sebagai tanda tidak sehatnya hubungan.
Di era digital saat ini, teknologi memberikan kemampuan bagi pasangan untuk saling memantau, namun hal ini juga dapat memunculkan persoalan terkait kepercayaan dan hubungan. Pemantauan yang berlebihan berpotensi memicu kecemasan dan ketidakpercayaan yang tidak perlu, sehingga menjadi ancaman bagi keharmonisan hubungan.
Berbagi lokasi dan kebiasaan mengintip ponsel pasangan kini menjadi fenomena umum dalam hubungan modern. Sebagian melihat ini sebagai cara untuk meningkatkan transparansi, mencegah selingkuh, dan meredam rasa khawatir.
Tapi sebagian lainnya menilai ini sebagai bentuk kontrol yang mengarah pada hubungan yang beracun. Terlebih ketika motivasinya adalah rasa takut akan perselingkuhan, bukan komunikasi terbuka.
Menurut pakar hubungan Maggie Martinez, LCSW, pelacakan ponsel tanpa izin adalah pelanggaran privasi. Meskipun niatnya baik, tindakan ini justru bisa menciptakan jurang ketidakpercayaan baru dalam pernikahan. Ironisnya, dalam banyak kasus, ketakutan akan selingkuh justru memperbesar potensi munculnya konflik dan ketegangan dalam hubungan.
Ada sejumlah alasan umum mengapa seseorang merasa perlu melacak pasangan. Seringnya, ini berkaitan langsung dengan isu selingkuh atau potensi perselingkuhan.
Pertama, dikutip dari Marriage.com, Senin (21/4/2025), adalah rasa cemburu. Ketika suami merasa sang istri menyembunyikan sesuatu, kecurigaan bisa mendorongnya untuk mencari pembuktian lewat teknologi.
Kedua, sifat kontrol yang berlebihan. Ini bisa jadi bentuk kekerasan non-fisik yang muncul karena kecemasan atau luka emosional masa lalu.
Ketiga, kekhawatiran tulus akan keselamatan. Dalam situasi tertentu, seperti istri yang sering pulang larut malam atau tinggal di lingkungan rawan, pelacakan bisa menjadi wujud perlindungan.
Keempat, keinginan untuk tetap terhubung secara emosional. Terakhir, yang paling krusial adalah hilangnya kepercayaan.
Meski begitu, pelacakan bukanlah solusi permanen atas isu perselingkuhan. Justru, jika dilakukan secara diam-diam, hal ini bisa memperparah masalah.
Seorang suami yang ketahuan melacak ponsel istrinya tanpa izin, bisa dianggap melanggar batas pribadi dan membuat sang istri merasa dikekang. Apalagi jika belum ada bukti nyata adanya perselingkuhan. Bukannya menyelesaikan masalah, malah memperbesar luka batin dan rasa curiga yang berbalik arah.
Di sisi lain, ada pasangan yang dengan sadar memilih untuk berbagi lokasi sebagai bentuk keterbukaan. Mereka tidak sedang takut selingkuh, tapi ingin membangun rasa aman dan saling percaya.
Dalam konteks ini, pelacakan menjadi hal yang wajar, selama dilakukan secara terbuka dan dengan kesepakatan bersama. Bahkan bisa menjadi cara manis untuk memberi kejutan atau memastikan pasangan sampai rumah dengan selamat.
Namun, jika alasan utama adalah kecurigaan akan selingkuh, maka persoalannya bukan lagi soal teknologi, melainkan komunikasi yang rusak. Hubungan yang sehat semestinya dibangun atas dasar kepercayaan, bukan rasa takut kehilangan karena perselingkuhan. Jika ketakutan itu begitu besar hingga suami merasa perlu memantau setiap gerak-gerik istri, sudah saatnya evaluasi lebih dalam dilakukan.
Menghindari perselingkuhan memang penting, tapi menjaga integritas dan kesehatan emosional dalam hubungan jauh lebih utama. Daripada bergantung pada pelacakan digital, lebih baik membuka ruang dialog, jujur tentang rasa takut dan luka masa lalu, serta membangun kembali fondasi kepercayaan yang mungkin telah retak.
Jadi, salahkah suami melacak ponsel istri karena takut selingkuh? Jawabannya bergantung pada niat, konteks, dan cara melakukannya.
Jika niatnya untuk melindungi dan dilakukan dengan izin serta komunikasi yang sehat, mungkin tidak salah. Tapi jika dilandasi rasa curiga dan dilakukan diam-diam, maka itu bisa menjadi tanda bahwa hubungan tersebut sedang berada di jalur yang tidak sehat. Alih-alih membentengi diri dari perselingkuhan, suami justru bisa mendorong lahirnya ketidakpercayaan yang menjadi awal dari keretakan.