Stigma dan Hoaks Picu Normalisasi Nyeri Haid dan PMB
GH News April 22, 2025 02:04 AM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Adanya stigma dan hoaks yang mendasari banyaknya perempuan menormalisasi dan merasa tabu membahas isu nyeri haid dan PMB (Pendarahan Menstruasi Berat).

Hal itu seperti diungkapkan dr. Boy Abidin, SpOG, Subsp. FER, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Subspesialis Fertilitas Endokrinologi Reproduksi dalam temu media di Jakarta, Senin (21/4/2025).

“Akses terhadap informasi tentang kesehatan reproduksi perempuan yang akurat dan mudah dipahami harus terus ditingkatkan,” kata Dokter Boy.

Dokter lulusan Universitas Padjadjaran itu menyoroti bahwa banyak perempuan di Indonesia masih merasa malu atau enggan membicarakan topik seputar menstruasi atau gangguan reproduksi yang berakibat pada kesehatan di masa mendatang.

Ia mencontohkan seperti nyeri haid dan PMB yang bisa berdampak pada anemia dan penurunan kualitas hidup.

Terkait dengan PMB satu dari tiga perempuan mengalami hal tersebut dan mengacu pada pendarahan menstruasi yang berlangsung lebih dari tujuh hari atau volume darah yang berlebihan dari kondisi normal.

Selain kedua masalah tersebut, masalah reproduksi yang kerap terlambat didiagnosis seperti endometriosis. Penyakit itu secara global disebutnya sudah mempengaruhi sekitar satu dari sembilan perempuan berusia produktif.

Penyakit itu, katanya, sering terlambat didiagnosis karena minimnya kesadaran dan pengetahuan perempuan.

“Normalisasi terhadap kondisi yang sebetulnya tidak normal merupakan sebuah stigma yang harus diluruskan. Misalnya normal pada menstruasi juga berbeda-beda pada setiap perempuan, namun ada batasan normal yang perlu dipelajari,” katanya.

Boy menjelaskan bahwa normalnya rata-rata siklus haid berlangsung selama 28 hari, namun periode antara 21-35 hari juga masih dianggap normal. Adapun banyaknya darah menstruasi yang keluar normalnya berkisar 3 sampai 5 pembalut atau sekitar 80 cc per hari.

Ia mengatakan jika lewat dari batas tersebut, maka sudah masuk dalam kategori tidak normal dan perlu segera mendapat penanganan.

“Begitu pula dengan sakit pada saat menstruasi dapat menjadi indikasi awal endometriosis pada perempuan,” ucap dokter yang praktik di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading itu.

Menanggapi masalah tersebut, Boy menekankan bahwa pemahaman tentang kesehatan reproduksi tidak hanya penting dalam konteks diagnosis, tetapi juga dalam pengambilan keputusan yang tepat mengenai kontrasepsi.

Ia menambahkan kontrasepsi modern baik pil KB sampai IUD hormonal tidak hanya berfungsi untuk mencegah kehamilan, tetapi juga memiliki manfaat sebagai terapi untuk masalah reproduksi dan meningkatkan kualitas hidup seperti terapi untuk PMB dan gangguan normal.

“Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangatlah penting, ketika perempuan sudah dibekali informasi yang tepat, tentunya mereka akan lebih mengerti dan paham terhadap tubuhnya, dan ke depan akan membantu dalam proses diagnosis dan pengobatan yang lebih dini,” kata Boy. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.