TRIBUNNEWS.COM – Banyak warga Palestina dikirimi SMS palsu yang isinya menjanjikan bantuan agar bisa keluar dari Jalur Gaza.
SMS itu diduga dikirim oleh Israel. Hamas menyebutnya sebagai “kampanye psikologis” yang menargetkan warga Gaza.
The New Arab melaporkan SMS itu meminta warga kamp pengungsian Al-Nuseirat agar menggelar rapat di Koridor Netzarim.
Penerima SMS diminta untuk menghubungi seseorang yang disebut “Kapten Jalal” lewat aplikasi perpesanan WhatsApp.
Salah seorang warga Gaza mengatakan keluarganya mendapat SMS dari seseorang yang mengklaim sebagai warga Gaza.
Orang itu menawarkan bantuan untuk pindah ke Prancis. Dia menyebut pemindahan atau migrasi itu adalah program pemerintah Prancis yang bertujuan untuk membantu para ilmuwan dan seniman pergi dari zona konflik.
Menurut dia, evakuasi itu akan dilakukan minggu ini dengan pengawasan pemerintah Prancis. Ilmuwan lain beserta keluarganya juga akan pergi ke Prancis.
Lewat program itu, para ilmuwan akan meneruskan karier akademik mereka di lembaga Prancis.
“Kita sangat berterima kasih atas kesempatan berharga ini yang mengizinkan kita untuk meneruskan kerja ilmiah kita di lingkungan yang aman dan stabil,” demikian isi SMS itu.
“Kita berharap bisa menyumbangkan pengetahuan kita kepada masyarakat setempat di Prancis, tetapi suatu hari juga kembali dan membantu membangun Palestina dan Jalur Gaza.”
Menurut militer Israel, tidak ada informasi bahwa SMS itu merupakan pesan yang disebarkan secara resmi.
Di sisi lain, Hamas mengecam SMS itu dan menudingnya sebagai kampanye psikologis yang dilakukan oleh Israel.
Menurut Hamas, Israel menyebarkan rumor evakuasi dari Gaza ke negara-negara lain lewat Bandara Ramon. Rumor itu merupakan taktik yang ditujukan untuk “mengguncang keteguhan rakyat Palestina dan membahayakan kesadaran nasional mereka”.
Hamas berujar kampanye itu juga melibatkan dokumen palsu dan janji palsu. Kelompok itu meminta warga Gaza untuk tidak tertipu.
“Imigrasi dari tanah air di bawah pendudukan Israel bukanlah solusi aman, tetapi jebakan yang dibungkus dengan janji palsu.
Kata Hamas, Palestina “tidak dijual” dan rakyatnya tidak akan pindah dari tanah airnya.
Selain itu, Hamas meminta warga Gaza agar tidak berkontak dengan sejumlah nomor telepon yang beredar di media sosial. Menurut Hamas, nomor-nomor itu digunakan untuk keperluan pencarian informasi oleh pihak intelijen.
Kantor Media Pemerintah Gaza pada hari Senin kemarin juga meminta warga Gaza tidak menyebarkan rumor menyesatkan mengenai migrasi.
“Kami memantau apa yang beredar di beberapa platform media sosial, unggahan palsu dan informasi menyesatkan tentang dugaan rencana migrasi massal dari Jalur Gaza,” kata kantor itu.
“Israel berada di balik unggahan ini, yang dipromosikan oleh akun palsu, berbahaya, dan menyesatkan, atau oleh individu yang tidak memiliki informasi akurat, menggunakan dokumen palsu dan tak formulir otorisasi legal yang tak ada gunanya.”
Beberapa waktu lalu Israel dilaporkan mulai menjalankan rencana pemindahan warga Palestina dari Gaza.
Menteri Dalam Negeri Israel Moshe Arbel pada hari Senin, (7/4/2025), mengatakan penerbangan untuk pemindahan warga Gaza sudah dibuka di Bandara Ramon.
Menurut dia, sudah ada 16 penerbangan yang membawa warga Palestina keluar dari Gaza. Penerbangan itu diduga merupakan upaya yang didukung pemerintah Israel untuk memindahkan paksa warga Gaza.
“Saya bisa berkata bahwa penerbangan ini mungkin sekali akan meningkat pada periode mendatanga,” kata Arbel dikutip dari The New Arab.
Arbel tidak merinci ukuran atau kapasitas “pesawat deportasi itu”, jumlah penumpang dari Gaza, dan negara tujuan.
Pernyataan pejabat tinggi Israel itu merupakan sinyal terbaru tentang keinginan Israel untuk memindahkan warga Gaza.
Israel mengklaim rencananya sebagai “migrasi sukarela” warga Gaza. Namun, organisasi HAM mengecamnya sebagai upaya pemindahan paksa dan pembersihan etnis.
Arbel ditanya apakah usul pemindahan yang pertama kali disampaikan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump itu bakal sukses.
Dia menjawab, “Kami menyediakan layanan untuk Koordinator Aktivitas Pemerintah di Wilayah dan Kementerian Pertahanan.”
“Kami menyediakan peralatan untuk menjalankan misi ini.”
Arbel mengklaim ada pergerakan signifikan di antara orang-orang di Gaza yang ingin hidup dan membesarkan anak mereka dalam kedamaian.
Di samping itu, dia menyebut ada keinginan kuat warga Gaza untuk pergi ke Eropa dan negara-negara lain.
Menurutnya, Israel kini bekerja sama dengan otoritas perbatasan dan otoritas di Tepi Barat untuk mengurus perlintasan aman dari Gaza ke Bandara Ramon. Negara ketiga, terutama yang ada di Eropa, akan mengambil alih transportasi udara.
Narasumber dari organisasi HAM Israel menduga banyak dari penumpang pesawat itu punya kewarganegaraan ganda.