DPR Dorong Pembentukan Tim Pencari Fakta Usut Dugaan Pelanggaran HAM di Oriental Circus Indonesia
GH News April 23, 2025 06:05 PM

Anggota Komisi XIII DPR RI, Sohibul Iman mendorong pembentukan tim pencari fakta independen guna mengusut dugaan pelanggaran hak anak yang terjadi di Oriental Circus Indonesia (OCI). 

Hal ini disampaikannya dalam rapat dengar pendapat umum yang digelar Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (23/4/2025).

Hal ini untuk menyikapi kesaksian para mantan pemain sirkus yang mengaku mengalami kekerasan fisik selama berada di bawah naungan OCI.

“Mungkin langkah pertama, saya sepakat dibentuk tim pencari fakta. Karena tadi disampaikan oleh Pak Mafirion bahwa kemarin sudah dihadirkan pihak OCI, namun jawaban mereka bertolak belakang dengan penjelasan para korban. Ini tentu harus dicari faktanya seperti apa,” kata Sohibul.

Ia menekankan bahwa hanya tim independen yang bisa menggali kebenaran secara menyeluruh dan objektif.

Perbedaan narasi antara para mantan karyawan dan pihak OCI dianggap perlu diverifikasi lebih dalam agar publik memperoleh kejelasan.

Selain tim pencari fakta, Sohibul juga menilai penting dibentuk mekanisme khusus untuk mengawasi tindak lanjut dari rekomendasi pemulihan hak korban. 

Di antaranya rekomendasi yang pernah disampaikan Komnas HAM sejak 1997.

“Tadi Ibu dari Komnas HAM menyampaikan, misalnya ada laporan dari Dinas Sosial Bogor tentang pemberian pendidikan lewat Paket A dan B. Saya kira itu tidak cukup hanya dilaporkan, tetapi harus diawasi. Perlu tim yang betulbetul melihat apakah itu benar dilaksanakan atau tidak,” jelasnya.

Sebelumnya, Pernyataan Pemilik sekaligus Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Group, Jansen Manansang, yang menyebut tidak pernah ada pelanggaran dalam pengasuhan anakanak sirkus, bertolak belakang dengan hasil pemantauan resmi Komnas HAM sejak 1997. 

Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyebut pihaknya menyimpulkan adanya pelanggaran hak asasi manusia terhadap anakanak yang saat itu dilatih oleh OCI.

“Komnas HAM pada tahun 1997 sudah menyampaikan kesimpulan dari pemantauan bahwa telah terjadi pelanggaran hak anak di lingkungan Oriental Circus Indonesia,” kata Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro.

Setidaknya ada empat pelanggaran yang dilakukan OCI.

Pertama, pelanggaran atas hak anak untuk mengetahui asalusul dan identitasnya, termasuk hubungan kekeluargaan dengan orang tua kandung. 

Menurutnya, Komnas HAM menilai seluruh anak yang dilibatkan dalam sirkus saat itu diambil ketika masih di bawah umur, dan diputus dari ikatan keluarganya.

Kedua, eksploitasi terhadap anak untuk kepentingan ekonomi tanpa perlindungan hukum. Ketiga, tidak adanya akses pendidikan formal yang layak dan berkualitas. 

Keempat, pelanggaran atas hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan, keamanan sosial, dan jaminan hidup layak.

Dalam kesimpulannya, Komnas HAM mendesak OCI untuk menjernihkan asalusul anakanak dengan melibatkan kementerian terkait dan membuka akses publik, termasuk mencari tahu apakah ada masyarakat yang kehilangan anak.

Namun sayangnya, kata Atnike, hanya ada pengumuman sepihak di media massa dari pihak OCI, tanpa tindak lanjut yang konkret. 

“Kami tidak menemukan adanya langkah nyata dari OCI setelah pengumuman tersebut,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ia menegaskan Komnas HAM kembali mendorong negara untuk mengambil langkah nyata demi menjamin pemenuhan hakhak anak sesuai aturan yang berlaku.

Ia mengingatkan, saat ini para korban belum mendapatkan pemulihan yang layak baik dari segi fisik, psikis, sosial, maupun ekonomi. Padahal, kasus ini sudah hampir 30 tahun berlalu sejak laporan pertama masuk ke Komnas HAM.

“Komnas HAM menolak segala bentuk eksploitasi anak, termasuk praktik yang menjurus pada perbudakan atau kerja paksa,” jelasnya.

Sebelumnya, Pemilik sekaligus Direktur Taman Safari Indonesia (TSI) Group, Jansen Manansang, membantah keras tuduhan adanya penyiksaan dan pelanggaran HAM terhadap pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) yang beroperasi di kawasan Taman Safari. 

Ia menegaskan, kasus ini sejatinya pernah diinvestigasi oleh Komnas HAM sejak tahun 1997 dan hasilnya menyatakan tidak ditemukan penyiksaan.

“Pada tahun 1997 memang terdapat adanya pelaporan Komnas HAM terkait dengan pelanggaran (HAM) anakanak pemain sirkus, termasuk penganiayaan dan menyiksa pemain sirkus di lingkungan Oriental,” ujar Jansen dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI pada Senin (21/4/2025).

Menurutnya, Komnas HAM saat itu membentuk tim pencari fakta yang melakukan penyelidikan, termasuk wawancara dengan pihak pengelola, pengacara, pelapor, dan juga kunjungan langsung ke lokasi sirkus.

"Dari Komnas HAM melakukan investigasi dengan membentuk tim pencari fakta untuk menyelidiki laporanlaporan kasus tersebut,” kata Jansen.

Hasil penyelidikan itu, lanjut Jansen, kemudian dituangkan dalam rekomendasi resmi dari Komnas HAM yang menyebut tidak ada penyiksaan terhadap pemain sirkus.

“Dalam rekomendasi tersebut, yaitu tertuang bahwa tidak ada penganiayaan dan penyiksaan,” tegasnya.

Tak hanya itu, Jansen juga menyebut bahwa pihak Oriental Circus Indonesia telah melaksanakan semua rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM, termasuk soal pendidikan anakanak pemain sirkus.

“Oriental Circus menjadikan sekolah pendidikan, karyawannya diganti dengan privat, bawa guru, bawa keliling yang berpindahpindah supaya masuk ke sekolah normal. Itulah rekomendasi Komnas HAM,” paparnya.

Ia menegaskan bahwa investigasi ini sudah berlangsung secara menyeluruh, dan seluruh proses hukum serta pemenuhan HAM telah dilakukan sejak lama.

“Kami anggap itu sudah melakukan segala yang sudah direkomendasikan dari Komnas HAM. Adapun bahwa semua yang kejadian ini telah diperiksa dan diinvestigasikan dan ditindaklanjuti,” ujarnya.

Jansen menyampaikan bahwa dirinya telah memasuki usia 83 tahun dan meminta waktu untuk memeriksa kembali dokumendokumen lama terkait kasus ini.

“Saya mohon izin untuk memeriksa filefile itu. Saya meminta rekanrekan untuk menjawab pertanyaan dan juga temanteman dari sirkus, agar pimpinan Komisi III yang terhormat bisa mengerti,” kata Jansen.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.