Lurah di Ternate Terlilit Utang, Gelap Mata Lalu Curi Handphone dari Pengendara
Rahmadhani April 23, 2025 07:31 PM

BANJARMASINPOST.CO.ID - Punya jabatan lurah tak membuat RA alias Amat berpikir sehat.

Amat merupakan lurah di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.

Amat kini ditangkap polisi, karena ketahuan mencuri handphone.

Ia terlibat pencurian sejumlah telepon genggam milik pengendara sepeda motor.

Menurut pengakuan RA kepada polisi, ia nekat melakukan pencurian karena terlilit utang.

Pelaku mencuri ponsel milik korbannya yang disimpan di dalam bagasi maupun saku motor yang sedang ditinggalkan pemiliknya.

Lokasi pencurian yang dipilih pelaku adalah di sejumlah tempat keramaian.

Seperti di Pantai Falajawa Dua dan Pelabuhan Perikanan, di mana para korban memarkirkan sepeda motor dan beraktivitas.

“Pelaku berinisial RA alias Amat, yang diketahui menjabat sebagai Lurah Tabam, diamankan saat tiba di Pelabuhan speed boat Mangga Dua usai menyeberang dari Sofifi,” kata Kapolres Ternate, AKBP Anita Ratna Yulianto, Rabu (23/4/2025).

Anita menjelaskan, penangkapan ini merupakan hasil kerja sama antara Polres Ternate dan tim Resmob Polda Maluku Utara.

Saat ditangkap, dari tangan pelaku berhasil diamankan tiga unit telepon genggam, sementara delapan unit lainnya ditemukan saat polisi menggeledah rumah pelaku.

Dengan demikian, total barang bukti yang berhasil diamankan mencapai 11 unit telepon genggam.

Kepada polisi, pelaku menyatakan aksi nekat ini dilakukan karena masalah ekonomi, atau lebih tepatnya, pelaku terlilit banyak utang kepada sejumlah orang.

“Aksi pencurian ini didorong oleh masalah ekonomi karena pelaku terlilit utang,” ujar Anita saat memberikan keterangan kepada wartawan di Mapolres Ternate.

Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP subsider Pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.

“Kami juga masih mendalami kemungkinan adanya pelaku lain dalam kasus ini,” pungkas Anita.

Lurah Nakal Lainnya

Kasus lainnya, Lurah Trihanggo, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta berinisial PFY juga terlibat kasus kriminal.

Ia menyewakan tanah desa jadi tempat dugem hingga dapat Rp 316 juta.

Kini, PFY ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman atas dugaan kasus suap penyalahgunaan Tanah Kas Desa (TKD) di wilayah setempat.

PFY ditetapkan menjadi tersangka, bersama ASA, yang merupakan penyewa sekaligus pemberi suap.

Kasi Pidana Khusus Kejari Sleman, Indra Saragih, mengatakan penyidikan kasus suap TKD ini sudah dimulai sejak November tahun lalu.

Jaksa penyidik menduga Lurah tersebut menerima suap dari pihak swasta, yang hendak memanfatkan TKD tersebut sebagai tempat hiburan malam. 

"Uang yang diserahkan pihak swasta totalnya Rp 316 juta. Modusnya seakan akan uang itu sebagai sewa tanah. Padahal sewa TKD harus ada izin Gubernur. Sewa baru bisa sepanjang ada izin Gubernur. Kalau tidak ada izin, mana bisa ada sewa," kata Indra, Selasa (15/4/2025), melansir dari TribunJogja.

Lurah Trihanggo diduga menerima suap dari ASA, seorang pengusaha yang hendak menyewa TKD di wilayah Kronggahan 1, seluas lebih kurang 2,5 hektar.

Lahan tersebut rencananya akan digunakan oleh penyewa sebagai tempat hiburan malam.

Rencana pembangunan tempat hiburan malam diatas TKD ini sempat mendapat penolakan dari masyarakat. 

Diketahui, ratusan warga yang tergabung dalam Forum Kronggahan Bersatu pernah demontrasi ke Pendopo Kabupaten Sleman pada 2 Oktober 2024 menolak beroperasinya tempat hiburan malam di wilayah pemukiman mereka.

Warga resah karena pembangunan sudah dimulai namun ternyata belum mengantongi izin. 

Dalam perkara ini, menurut Indra, lurah yang telah ditetapkan tersangka berdalih uang ratusan juta dari penyewa dianggap sebagai uang sewa karena sewa diatur dalam Peraturan Kalurahan.

Tetapi perhitungan sewa tersebut, dihitung sendiri tanpa melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menghitung sewa tanah tersebut.

Dalam perjanjian sewa tanah seharusnya melibatkan jasa penilai publik. 

"Jadi harus ada penilai publik terhadap luas tanah itu. Kalau mau disewa per meter berapa, dikalikan. Itu yang dijadikan dasar untuk perjanjian sewa. Tapi itu tidak dilalui, itu tidak ada," terangnya. 

Atas hal ini, PFY disangka melanggar pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 undang-undang nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sedangkan ASA, pemberi suap disangka melanggar pasal 5 ayat 1 atau pasal 13.

Ancaman hukumannya penjara paling lama 5 tahun. Kedua tersangka saat ini telah ditahan. 

"PFY ditahan di rutan Jogja. Kalau dari pihak swasta, ASA, ditahan di Lapas Cebongan," kata Indra.

Banjarmasinpost.co.id/Kompas.com

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.