TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terungkap sejumlah fakta dalam kasus kekerasan fisik yang menimpa dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Sriwijaya (Unsri) berinisial S di Rumah Sakit Umum Pusat Muhammad Hoesin (RSMH), Palembang, Sumatera Selatan.
Pelaku kekerasan fisik tersebut adalah dokter konsulen KSM Anestesiologi dan terapi intensif berinisial YS.
Dokter YS adalah pembimbing dari S.
YS diketahui sudah bertugas di RSMH sejak tahun 2001.
Peristiwa kekerasan yang dialami dokter PPDS Unsri tersebut diketahui terjadi di ruang ICU RSMH pada Minggu (20/4/2025).
Buntut kasus kekerasan fisik tersebut kini dokter YS dinonaktifkan dari tugasnya dan pihak rumah sakit pun mengembalikan yang bersangkutan ke Kementerian Kesehatan.
Berikut 5 fakta kasus kekerasan yang menimpa dokter PPDS Unsri berdasarkan hasil investigasi pihak RSMH, Palembang.
Dirut Rumah Sakit Umum Pusat Muhammad Hoesin, dr Siti Khalimah mengatakan dokter YS diketahui menendang selangkangan korban.
"Insiden kekerasan fisik di ruang ICU ini dilakukan Konsulen berinisial dr YS diduga melakukan kekerasan terhadap seorang peserta PPDS dengan menendang ke arah selangkangan," ujar Siti Khalimah, Rabu (23/4/2025).
Akibat kekerasan tersebut area vital korban mengalami hematom (penumpukan darah) hingga memar.
"Korban mengalami hematom pada testis kiri, yang dikonfirmasi melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG). Kejadian ini terekam dalam rekaman CCTV dan menjadi bukti penting dalam proses investigasi," katanya.
Korban saat ini dalam kondisi stabil dan telah kembali mengikuti kegiatan kuliah dan praktik sejak Senin, 21 April 2025.
Direktur Utama RSMH, dr Siti Khalimah mengatakan berdasarkan hasil investigasi internal, penganiayaan terjadi karena dokter YS tak puas dengan kinerja dokter PPDS.
"Dari hasil investigasi yang kami dapat tindakan kekerasan itu dilakukan karena tidak puas dengan kinerja PPDS-nya," ujar Siti Khalimah.
Setelah mengumpulkan bukti yang cukup dan memanggil saksi-saksi, pihaknya memanggil YS dan membuat beberapa keputusan salah satunya menonaktifkan YS sebagai dokter konsulen RSMH.
"Sekarang dia kami serahkan ke Kementerian Kesehatan, karena dia ASN Kemenkes," katanya.
Direktur Utama RSMH, dr Siti Khalimah mengakui kalau YS adalah seorang yang emosional dan tidak sabaran.
Sehingga, kalau ada PPDS yang menjalankan tugas tidak sesuai kriterianya ia tak segan-segan melakukan tindakan bullying ataupun kekerasan.
Baik kekerasan secara verbal maupun kekerasan fisik.
"Sehingga banyak PPDS maupun perawat yang takut bertemu dengan yang bersangkutan ini. Tetapi terlepas dari orangnya yang emosional, YS ini kinerjanya sangat baik dan perfeksionis dalam menjalankan pekerjaan," katanya.
Direktur Utama RSMH dr Siti Khalimah pun mengungkap sejumlah catatan hasil investigasi yang dilakukan pihaknya.
Tercatat Dokter YS pernah melakukan kekerasan pada tahun 2019 dan tahun 2023.
"Saya jelaskan ada beberapa kejadian pernah dilakukan dr Ys, di tahun 2019 oknum konsulen ini melakukan pelanggaran kode etik akademik kepada PPDS. Adapun sanksi yang diberikan kala itu yakni beliau dilarang mengajar selama 2 tahun," ujar dr Siti Khalimah.
Kemudian setelah kembali aktif mengajar, di tahun 2023 dr Ys juga pernah menerima sanksi disiplin dari RSMH.
Dari hasil penelusuran oknum konsulen tersebut melakukan perundungan secara fisik dan verbal.
"Tahun 2023 kami sendiri pernah berikan sanksi disiplin kepada yang bersangkutan. Hasil penelusuran konsulen tersebut melakukan 3 jenis perundungan yakni secara verbal dengan berkata kasar, fisik, melempar, dan tempeleng sampai PPDS tidak mau bertemu," katanya.
Siti Khalimah juga menegaskan kalau tindakan perundungan tersebut bukan mencerminkan pengajaran di RSMH.
"Tindakan perundungan yang terjadi bersifat personal, bukan merupakan cerminan budaya pengajaran di Program PPDS Anestesi FK UNSRI RSMH Palembang," katanya.
Kepala Satuan Pengawas Internal RSMH Palembang, Wijaya mengungkapkan, perundungan ataupun kekerasan yang dilakukan dokter YS meliputi tiga macam yakni verbal, nonverbal, dan fisik.
Tim investigasi yang dibentuk mendapat keterangan dari 6 hingga 7 PPDS dan perawat yang pernah menerima perundungan.
"Dokter YS ini sering marah-marah. Tapi dengan kejadian ini akhirnya ada yang buka suara 6-7 orang," kata Wijaya, Rabu (23/4/2025).
Peserta PPDS dan perawat yang mendapatkan perundungan ini banyak yang tidak mau buka suara sehingga sedikit kesulitan untuk menggali informasi.
"Selama ini belum pernah ada yang melapor. Kebanyakan peserta PPDS dan perawat yang menerima tindak kekerasan dan perundungan ini tidak mau buka suara," katanya.
Wijaya menyebut kenapa para korban tidak mau buka suara karena sehari-hari peserta PPDS dan perawat bekerja dengan beliau.
"Jika dr YS dilaporkan dia akan marah dengan korban, jadi para korban ini takut," ucapnya.
(Tribunsumsel.com/ Rachmad Kurniawan)