Modal Rp 100 Ribu Jadi Omzet Rp 18 Juta Per Bulan, Aldi Cs Kembangkan Usaha Sayuran Segar
Irfani Rahman April 24, 2025 08:31 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID,BANJARBARU - Di sudut Jalan Banua Praja Utara, RT 3 RW 1, Kota Banjarbaru, sebuah lahan seluas 800 meter persegi dipenuhi meja-meja hidroponik berisi selada hijau segar yang tampak menyejukkan mata, Rabu (23/4) siang.

Di sanalah sosok Aldi Arifianto (33) menjalani hari-harinya sebagai petani sayur hidroponik yang kini mulai merasakan manisnya hasil perjuangan panjang. Aldi bukanlah lulusan pertanian. Dia menamatkan studi di Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Namun, jalan hidup membawanya menekuni dunia yang jauh dari latar belakang akademisnya. Dunia pertanian, tepatnya budidaya selada secara hidroponik.

Sebelum terjun menjadi petani, Aldi sempat merantau mengikuti pekerjaan di sebuah perusahaan swasta. Namun, alih-alih meniti karier, dia justru merasa tidak dihargai hingga membuatnya memutuskan pulang kampung pada 2020.

Sayangnya, saat itu dunia tengah dilanda pandemi Covid-19. “Itu momen terberat. Pulang-pulang kerja nggak ada, dan saya harus tetap bertahan hidup,” kenang Aldi.

Dia kemudian menjalani berbagai pekerjaan serabutan. Dari jadi tukang proyek bangunan, sampai jualan online. Apa pun dilakukan demi menafkahi istri tercinta.

Tapi waktu itu pula Aldi mulai tertarik pada satu hal yang belakangan sering dia lihat yaitu hidroponik. “Saya lihat banyak yang nanam selada hidroponik. Waktu itu lagi tren. Jadi saya coba juga. Modalnya dari pipa bekas, panjangnya nggak sampai dua meter meter,” kata Aldi sambil tersenyum.

Dengan modal seadanya, tak lebih dari Rp 100 ribu, Aldi mulai merakit sistem sederhana di depan rumah. Dia belajar dari YouTube. Selada pertama yang dia tanam tak dijual, hanya untuk konsumsi rumah. Tapi dari situlah tumbuh semangat baru.

“Saya jadi penasaran. Bagaimana caranya seladanya tumbuh bagus? Bagaimana mengatur nutrisi? Bagaimana pas panen? Semua itu saya pelajari sambil jalan,” ujar Aldi.

Setiap setelah kerja serabutan, dia pulang dan merawat tanamannya. Ilmu marketing yang dia dapat saat bekerja dulu pun mulai dia gunakan. Mulai mencatat hasil tanam, menghitung kebutuhan media tanam, dan mencoba menyusun rencana bisnis kecil-kecilan.

Tapi tentu saja, jalan ke sana tidak mudah. Berkali-kali dia gagal. Benih tak tumbuh. Air terlalu asam. Nutrisi tak seimbang. Bahkan pernah semua tanamannya mati mendadak karena salah takaran.  “Rasanya pengen balik kerja lagi, sempat cari-cari lowongan. Tapi kayak ada dorongan buat lanjut terus,” tuturnya.

Seiring waktu, jumlah meja hidroponik bertambah. Dia bahkan meminjam halaman rumah orangtua untuk memperluas area tanam.  Produksi mulai meningkat, dan dia mulai berani menawarkan hasil panennya ke warung.

Namun badai belum berlalu. Rentang pertengahan 2023 hingga awal 2024, fenomena El Nino melanda Kalimantan Selatan. Cuaca ekstrem membuat sebagian besar tanaman seladanya mati. Dari modal Rp 20 juta, dia hanya mendapat untung Rp 300 ribu dalam enam bulan berturut-turut. “Itu masa kritis lagi. Bisa dibilang nyaris bangkrut. Tapi alhamdulillah istri saya kerja, jadi masih ada yang bisa diandalkan,” ujar Aldi, mengenang betapa beratnya hidup saat itu.

Tapi dari masa sulit itu, lahir pelajaran penting. Sukses tidak bisa dicapai sendirian. Aldi mulai membangun tim kecil bersama tiga temannya, Garin Indra Renaldi, Aditya Jordi, dan Reza Hibatullah.

Mereka sepakat untuk membentuk Crop Fresh (tanaman segar), sebuah brand pertanian hidroponik lokal.

Mereka mendapat pinjaman lahan seluas 800 meter persegi. Di sana, Aldi membangun 11 meja hidroponik berukuran 8x2 meter persegi dan satu meja untuk persemaian. Semua disusun rapi dengan sistem sirkulasi air, pompa, dan wadah nutrisi buatan sendiri.

Kini, mereka mampu memproduksi hingga 500 kilogram selada per bulan. Aldi memasarkan hasil panennya ke pasar modern, dan pelanggan tetap atau melalui jejaring. Omzet bulanan pun melonjak hingga menyentuh Rp 18 juta. “Tapi saya juga sadar, ini semua hasil dari proses panjang yang nggak bisa instan,” ujarnya.

“Jangan takut mulai dari nol. Jangan takut gagal. Terus belajar apa dari yang kurang kemarin,” pesannya.

Di usia yang tak lagi muda, Aldi membuktikan perubahan karier bukan akhir segalanya. Justru dari keterpurukan, dia menemukan panggilan hidup yang sebenarnya. Dunia pertanian yang dulu asing, kini menjadi sumber penghidupan sekaligus kebanggaannya.

Kini tak hanya selada, dia juga menanam sayur pakcoy di media hidroponiknya. Karena dia berpikir sayur ini ada marketnya di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan ini. (muhammad andra ramadhan).

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.