Banyak Istri di Kabupaten Madiun Gugat Cerai Suaminya, Ekonomi hingga Judi Online Jadi Pemicu
Ndaru Wijayanto April 24, 2025 04:07 PM

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Febrianto Ramadani

TRIBUNJATIM.COM, MADIUN - Pengadilan Agama Kabupaten Madiun disibukkan dengan lonjakan kasus perceraian, pada awal tahun 2025.

Dalam rentang waktu Januari hingga 21 April, tercatat ada 575 perkara gugatan dan 75 permohonan yang masuk, dengan dominasi perkara perceraian.

Panitera Pengadilan Agama, Mazir, menyampaikan, mayoritas kasus gugatan berasal dari cerai gugat, diikuti cerai talak. Sedangkan untuk data permohonan, sebagian besar mengenai dispensasi nikah.

"Kasus gugatan terbanyak pada Januari lalu, mencapai 259 perkara, disusul Februari 148, Maret 84, dan hingga 21 April kemarin ada tambahan 84 perkara," ungkapnya, Kamis (24/4/2025)

Mazir menjelaskan, gugatan yang diterima mencakup persoalan perceraian, poligami, sengketa harta bersama, hingga perkara hibah dan wakaf. 

Di sisi lain, permohonan yang masuk umumnya menyangkut pernikahan dini, permintaan wali adhal, dan isbat nikah. 

“Untuk permohonan, sekitar 90 persen berkaitan dengan dispensasi nikah,” jelas Mazir.

Dari sisi perceraian, tren yang terjadi menunjukkan lebih banyak istri sebagai pihak penggugat cerai, dibandingkan suami yang mengajukan talak.

“Jumlahnya tidak sebanding, yang menggugat justru didominasi pihak perempuan,” tambahnya.

Mazir menilai, sejumlah alasan utama yang memicu perceraian, mulai dari tekanan ekonomi, perselingkuhan, konflik dalam rumah tangga, hingga penyalahgunaan narkoba dan judi online. 

“Ada juga pasangan yang mengajukan cerai dengan harapan pasangannya berubah. Misalnya suami yang kecanduan judi atau narkoba, diajukan cerai agar berhenti, tapi tak sedikit yang benar-benar berakhir di perceraian,” paparnya.

Sementara itu, Mazir menambahkan, untuk dispensasi nikah, sebagian besar diajukan karena kondisi darurat seperti kehamilan di luar nikah atau kecelakaan yang mendorong pernikahan dini. 

Umumnya, lanjut dia, permohonan datang dari pasangan di bawah usia minimal pernikahan, yakni 19 tahun untuk perempuan dan 21 tahun untuk laki-laki.

“Kami tidak serta-merta mengabulkan. Kalau tidak terlalu mendesak atau sudah hampir cukup usia, biasanya kami sarankan untuk menunggu, hingga memenuhi batas minimal yang ditentukan,” pungkas Mazir.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.