TIMESINDONESIA, SLEMAN – Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Sleman bersama Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menyatakan komitmennya dalam memperkuat layanan kesehatan jiwa melalui peresmian Instalasi Gawat Darurat (IGD) dual function RS Grhasia, Kamis (24/4/2025).
Peresmian dilakukan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di kawasan RS Jiwa Grhasia, Jalan Kaliurang KM 17, Pakembinangun, Pakem, Sleman. Acara ditandai dengan penandatanganan prasasti dan pengguntingan pita, didampingi Sekda Sleman Susmiarto.
Dalam sambutannya, Sri Sultan menyampaikan apresiasi atas sinergi berbagai pihak dalam pengembangan layanan kesehatan jiwa. Ia menilai kehadiran IGD ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat pelayanan gawat darurat yang cepat, responsif, dan menghargai martabat pasien.
“Grhasia telah menjadi rujukan utama penanganan gangguan kejiwaan di DIY. Dengan IGD dual function ini, peran Grhasia semakin solid sebagai rumah sakit jiwa yang menyeluruh—medis, psikologis, dan sosial,” ujar Sri Sultan.
Ia juga menekankan bahwa Pemda DIY akan terus mendorong penguatan layanan kesehatan jiwa berbasis nilai kemanusiaan, kolaboratif, serta preventif untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
Sleman Apresiasi Inovasi Grhasia
Dukungan penuh disampaikan Pemerintah Kabupaten Sleman. Dalam sambutannya, Sekda Susmiarto menyebut bahwa pembangunan IGD dengan fungsi ganda sangat relevan dengan visi pembangunan daerah.
“Inovasi ini sangat mendukung misi Sleman menuju masyarakat yang maju, makmur, berkeadaban, dan lestari,” ujarnya.
Susmiarto menambahkan, keberadaan IGD ini juga memperluas akses layanan darurat bagi warga di wilayah Sleman utara dan sekitarnya, terutama untuk kasus-kasus kegawatdaruratan baik psikiatri maupun umum.
IGD Dual Function, Dua Jalur Layanan
Fasilitas IGD RS Grhasia kini dirancang dengan sistem dual function, yakni melayani pasien psikiatri dan pasien umum secara terpisah. Menurut Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, implementasi dilakukan melalui pemisahan alur masuk.
“Pasien darurat jiwa akan dilayani melalui pintu barat, sementara pasien non-psikiatri melalui pintu selatan,” jelas Pembajun.
Tidak hanya akses masuk yang dibedakan, standar operasional, peralatan medis, serta tenaga kesehatan juga disesuaikan dengan jenis layanan yang diberikan, sehingga mutu pelayanan tetap terjaga secara optimal. (*)