TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Milda Istiqomah mempertanyakan aturan dalam RUU UU no 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan yang mengatur terkait pemberian kewenangan memiliki senjata api bagi jaksa.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 8B padahal, dia menilai selama ini jaksa berfungsi di ranah penuntutan.
"Tidak ada dialog yang bisa terjadi jika ada senjata," kata Milda dalam acara Launching dan Diskusi Publik Democratic Judicial Reform, Kamis (24/4/2025).
Dia juga menyampaikan berdasarkan beberapa survei lembaga independen indeks rule of law dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum terus menurun.
"Faktor utamanya adalah korupsi dan politisasi hukum. Sehingga memunculkan pertanyaan, rapot penegakan hukum merah tetapi kenapa justru meminta kewenangan tambahan? Apalagi dengan memberikan kewenangan satu lembaga ke lembaga lain, hal ini merupakan logika yang salah," katanya.
Selain itu, Milda juga menilai rangkap jabatan yang dilakukan oleh kejaksaan juga menjadi permasalahan.
"Ini akan mengganggu profesionalisme seorang Jaksa dalam melakukan tugas dan fungsi," kata dia.
Fungsi intelijen, dikatakan Milda, adalah mengumpulkan informasi, menganalisis dan kontra intelijen yang dijadikan sebagai bahan untuk mengambil kebijakan yang mengancam kedaulatan dan keamanan dari luar.
"Tidak boleh intelijen melakukan fungsi penyelidikan tidak ditemukan teori apapun dan di negara manapun yang dapat menjustifikasi kewenangan tersebut," katanya.
Terlebih, pengawasan multimedia, Milda menilai akan berpotensi melanggar pers hingga hak privasi
"Selain itu, pemberian kewenangan tersebut juga akan tumpang tindih dengan Komdigi begitupun dengan siber dalam Polri. Penambahan-penambahan kewenangan terhadap Kejaksaan justru tidak dibarengi dengan pertanggungjawaban dan mekanisme pengawasan baik secara internal maupun eksternal," katanya.
"Penambahan kewenangan tanpa pengawasan yang mumpuni akan menyalahi prinsip due process of law, berpotensi terjadi kesewenang-wenangan dan potensi pelanggaran HAM," tandas Milda.
Untuk diketahui, Rapat Paripurna DPR RI Ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024–2025 menyetujui 176 rancangan undang-undang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2025–2029 dan 41 RUU masuk Prolegnas Prioritas 2025, satu di antaranya RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan.