Grid.ID - Hubungan jarak jauh (long-distance relationship/LDR) sering kali dianggap sebagai ujian terberat dalam menjaga kesetiaan. Banyak pasangan khawatir bahwa tidak adanya keintiman fisik, komunikasi yang terbatas, hingga rasa rindu yang tak kunjung tuntas dapat membuka celah untuk selingkuh. Namun, benarkah hubungan LDR lebih rentan terhadap perselingkuhan?
Menurut data, hanya 31% hubungan LDR yang berhasil bertahan dalam jangka panjang. Namun ketika berbicara soal perselingkuhan, ternyata angka infidelitas dalam hubungan jarak jauh tidak jauh berbeda dari hubungan biasa.
Mengutip Hello Prenup, Jumat (25/4/2025), ada sekitar 22% pasangan dalam LDR mengaku pernah berselingkuh. Itu merupakan angka yang tidak signifikan jika dibandingkan dengan 44% individu lajang atau 20% pasangan menikah di Amerika Serikat yang juga terlibat dalam selingkuh.
Ini menunjukkan bahwa godaan selingkuh tidak hanya mengintai pasangan yang terpisah jarak. Bahkan, bisa jadi mereka yang menjalin hubungan LDR justru lebih serius dan berkomitmen menjaga keutuhan hubungannya.
Misalnya, seperti mengatur waktu untuk video call hingga merencanakan pertemuan rutin. Usaha tersebut menunjukkan dedikasi mereka dalam menjaga keutuhan hubungan, yang belum tentu dimiliki oleh pasangan yang tinggal berdekatan.
Namun demikian, tantangan dalam LDR memang tidak bisa diabaikan. Perselingkuhan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, tidak hanya fisik.
Ada pula bentuk selingkuh emosional, di mana seseorang menjalin kedekatan batin dengan orang lain di luar hubungan utamanya, serta micro-cheating, seperti menggoda orang lain secara halus lewat pesan atau media sosial. Ketiga bentuk perselingkuhan ini dapat muncul lebih mudah dalam LDR jika pasangan tidak menjaga komunikasi dan batasan yang jelas.
Salah satu faktor pemicu selingkuh dalam hubungan jarak jauh adalah keterbatasan fisik. Ketidakhadiran pasangan dalam kehidupan sehari-hari dapat menciptakan kekosongan yang mendorong seseorang mencari kenyamanan dari orang lain. Selain itu, perbedaan zona waktu, tekanan finansial untuk bertemu, hingga miskomunikasi juga bisa memperburuk situasi dan membuat kepercayaan terkikis.
Untuk mencegah perselingkuhan, pasangan LDR perlu membangun fondasi hubungan yang kuat. Komunikasi terbuka dan rutin adalah kunci.
Tidak cukup hanya bertukar kabar, tetapi juga berbagi perasaan, harapan, bahkan kekhawatiran secara jujur. Menyepakati batasan dalam berinteraksi dengan orang lain juga penting, agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Teknologi pun bisa menjadi sekutu dalam memperkuat koneksi. Aplikasi video call, pesan instan, hingga permainan daring dapat menjaga kedekatan emosional meski fisik terpisah.
Di sisi lain, merencanakan pertemuan secara berkala bisa memberikan harapan dan antusiasme dalam hubungan. Harapan untuk bertemu menjadi semacam “cahaya di ujung terowongan” yang membuat perjuangan LDR lebih bermakna.
Meskipun tantangan dalam hubungan jarak jauh nyata adanya, perselingkuhan tetaplah sebuah pilihan, bukan takdir. Keputusan untuk selingkuh tidak hanya dipicu oleh jarak, tetapi juga oleh kondisi psikologis dan kedewasaan emosional masing-masing individu. Artinya, perselingkuhan bisa saja terjadi dalam hubungan yang dekat sekalipun jika komitmen dan kepercayaan tidak dibangun dengan baik.
Akhirnya, pertanyaan apakah LDR lebih rentan terhadap selingkuh tidak bisa dijawab dengan ya atau tidak secara mutlak. Semua kembali pada kualitas hubungan dan komitmen pasangan. Jarak mungkin bisa memisahkan raga, tapi tidak semestinya memisahkan hati — selama ada usaha, kepercayaan, dan kesetiaan yang dijaga bersama.