Grid.ID - Dedi Mulyadi skakmat bocah SMA yang kekeh ingin wisuda. Sang Gubernur Jabar langsung ingatkan soal gaya hidup.
Melansir dari TribunnewsBogor.com, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan respons tajam terhadap kritik yang dilontarkan oleh Aura Cinta, salah satu korban penggusuran di Cikarang, Bekasi. Aura, calon mahasiswa Universitas Indonesia, mempertanyakan kebijakan Dedi Mulyadi yang melarang kegiatan study tour dan acara perpisahan sekolah.
Dengan tegas, Aura Cinta tetap meminta agar larangan tersebut dicabut sehingga acara perpisahan sekolah tetap bisa dilaksanakan. Bahkan, permintaan itu mendapat dukungan dari ibunya.
"Ibu rumah aja gak punya," kata Dedi Mulyadi.
"Tapi saya demi anak gak apa-apa," kata ibu Aura.
Diketahui, keluarga Aura merupakan salah satu yang terdampak penggusuran di Bekasi.Akibat penggusuran karena menempati tanah negara, kini keluarga Aura harus mengontrak.
"Tinggal aja di bantaran sungai, tapi gaya hidup begini (tinggi) ini kan harus diubah rakyatnya. Sekarang teriak-teriak minta penggantian, saya kalau tega-tegaan saya layak ganti gak ? tanah tanah negara, kebutuhan untuk rakyat, proyek kabupaten (Bekasi), terus kemudian saya ngapain ngeluarin uang Rp 10 juta buat ibu, udah kasihin orang miskin aja yang lain," kata Dedi Mulyadi.
"Saya juga miskin," timpal ibu Aura yang merupakan asli Solo, Jawa Tengah.
"Anak ibu kalau modelnya begini gak bisa. Kan harus dibenerin, rumah gak punya, sekarang ngontrak udah punya ?" tanya KDM.
"Udah nyicil berapa bulan," katanya.
Dedi Mulyadi menganggap keluarga Aura masuk dalam kategori mampu.
"Udah saya gak usah bantu ibu deh. Karena ibu mapan, orang sekolah aja pengen ada wisuda, berarti kan punya kemampuan. Saya gak usah bantu yah," kata Dedi Mulyadi.
Mendengar tak akan dapat uang kerohiman dari Dedi Mulyadi, Aura Cinta langsung bersuara.
"Gak gitu pak, waktu bikin video TikTok bukan untuk minta kerohiman. Saya cuma minta keadilan aja. Waktu digusur itu gak ada musyawarah cuma ada stapol pp datang," kata Aura.
Dedi Mulyadi pun mengatakan bagaimana jika kondisinya diballik.
"Saya balik pertanyaannya, tinggal di tanah orang harus bayar gak ? kalau saya balik nuntut pemdanya suruh minta tagihan dihitung berapa tahun ke belakang bayar tipa tahun," kata KDM.
Aura justru memintta Dedi melihat latar belakang ekonomi keluarganya.
"Ya bapak kan bisa lihat latar belakang saya miskin atau gak terus mampu bayar apa gak," kata Aura.
"Kamu miskin gak ?" tanya Dedi Mulyadi.
"iya, saya mengakui," kata Aura.
"Kenapa miskin hidup bergaya sekolah harus perpisahan. Kamu kan miskin kenapa orang miskin gak prihatin," kata Dedi.
Aura menjelaskan ia hanya meminta kebijakan agar perpisahan sekolah tetap diizinkan karena tidak semua setuju.
"Gini pak mohon maaf ya pak saya bukan menolak kebijakan bapak apapun itu saya mendukung cuma jangan dihapus pak gak semua orang bisa menerima terus kalau misal wisuda dihapus terus bapaknya juga minta pajak ke saya padahal saya miskin," kata Aura.
Mendengar itu, Dedi Mulyadi pun memberi jawaban pedas.
"Bukan minta pajak. Saya balik, anda miskin tapi jangan sok kaya. Orang miskin tuh prihatin membangun masa depan seluruh pengeluaran ditekan, digunakan untuk yang positif, bisnis, pengembangan diri. Lah ini rumah gak punya, tinggal di bantaran sungai. Orang tua yang lain itu menyambut gembira ketika wisuda dihapus, keluarga ini menolak wisuda dihapus, ya kalau gitu saya gak usah kasih kerohiman," kata KDM.
Ibu Aura Cinta juga mengaku membutuhkan uang kerohiman itu untuk membayar kontrakan.
"Perlu uang gak ? kalau ibu buat ngontrak aja gak punya, ngapain protes wisuda harus ada. Kan logika harus ada, hidup tuh jangan sombong. Ibu buat ngontrak aja gak punya, tapi ibu merasa wisuda lebih penting. Lebih penting mana kontrakan untuk tempat tinggal apa wisuda ? Anda teriak-teriak gak punya untuk ngontrak tapi satu sisi anaknya protes harus ada wisuda, saya kan pusing dengerinnya," kata Dedi Mulyadi.
Melansir dari Kompas.com,Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan penjelasan terkait kebijakan larangan study tour yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial. Ia menekankan bahwa larangan tersebut bukan ditujukan pada aktivitas berfoto atau perpisahan siswa, melainkan untuk mengurangi beban finansial orang tua serta mempertimbangkan faktor keselamatan siswa.
"Kami membaca berbagai postingan di media sosial, ada yang mengartikan larangan ini secara keliru, seperti larangan berswafoto atau berfoto bersama teman seangkatan. Saya tegaskan, yang kami larang adalah kegiatan study tour, kunjungan ilmiah, atau kunjungan industri yang membebani orang tua siswa secara finansial,” ujar Dedi Mulyadi dalam akun Instagram @dedimulyadi71, Selasa (25/2/2025).
Mencegah Beban Ekonomi dan Risiko Keselamatan
Dedi menuturkan, banyak orang tua terpaksa berutang demi membiayai perjalanan study tour anak mereka, sehingga menambah tekanan finansial keluarga.
"Kegiatan ini sering kali membuat orang tua yang tidak mampu harus berutang ke sana kemari, yang akhirnya semakin memperberat beban hidup mereka. Ini yang kami ingin cegah,” tegasnya.
Selain itu, Dedi juga menyoroti faktor keselamatan siswa dengan mengingatkan tragedi kecelakaan rombongan study tour SMK di Depok yang merenggut banyak korban jiwa.
“Itu pelajaran penting bagi kita semua agar tidak mengulang peristiwa serupa,” katanya.
Alternatif Perpisahan di Sekolah
Dedi mengungkapkan bahwa perpisahan tetap dapat diadakan dengan konsep yang lebih sederhana dan kreatif, tanpa memberatkan biaya.
Ia menyarankan agar organisasi siswa seperti OSIS mengelola acara di sekolah, misalnya dengan mengadakan pertunjukan seni seperti musik, tari, atau sastra.
“Siswa bisa mengumpulkan dana secara sukarela di antara mereka, tanpa menjadikan sekolah sebagai pihak yang memungut uang,” jelasnya.
Dedi juga mengingatkan bahwa tantangan besar siswa bukanlah saat kelulusan, melainkan saat mereka harus menghadapi dunia kerja dan membangun kehidupan mandiri.
“Tantangan sesungguhnya bukan di masa kelulusan, tapi di masa depan, saat mereka harus bekerja dan bertahan hidup. Jangan sampai anak-anak ini tumbuh menjadi generasi yang hanya tahu hura-hura dan menghambur-hamburkan uang,” tegasnya.
Membangun Generasi Tangguh
Sebagai pemimpin yang peduli terhadap pendidikan, Dedi menegaskan komitmennya untuk membentuk generasi muda Jawa Barat yang tangguh, cerdas, dan mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional.
“Tugas saya adalah meningkatkan kualitas anak-anak Jawa Barat agar mampu bersaing, tidak hanya dengan provinsi lain di Indonesia, tetapi juga dengan bangsa-bangsa lain di dunia,” pungkasnya.