Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Para budayawan dan pemerhati sejarah di Kota Cirebon mengusulkan perubahan nama kantor Gubernur Jawa Barat di wilayah Cirebon dari Bale Jaya Dewata menjadi Bale Subang Larang.
Usulan ini muncul setelah nama Bale Jaya Dewata dinilai kurang merepresentasikan identitas budaya lokal Cirebon.
Pemerhati budaya Cirebon, Jajat Sudrajat mengatakan, nama Subang Larang dipilih berdasarkan pertimbangan historis dan nasab leluhur Cirebon.
"Kita usulkan satu nama, Bale Subang Larang. Subang Larang adalah salah satu leluhur Cirebon, istri daripada Prabu Siliwangi, istri daripada Raden Jaya Dewata," ujar Jajat.
Jajat menegaskan, usulan ini bukan untuk memutus mata rantai sejarah, melainkan untuk memperkuat kebanggaan masyarakat Cirebon terhadap identitas budayanya.
"Ini tidak memutus nasab, ini merupakan kebanggaan bagi kami orang Cirebon, penamaannya identik dengan Cirebon," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Jajat juga menyinggung soal hak prerogatif gubernur dalam menentukan nama, namun meminta agar aspirasi masyarakat lokal turut diperhatikan.
"Kalau memang nanti tetap pakai nama Jaya Dewata, ya alasannya apa? Tentunya kami mengajukan nama dengan berbagai catatan dan pertimbangan."
"Manusiawi kan kami orang Cirebon, karena kami punya marwah," jelas dia.
Sebagai tindak lanjut, para budayawan dan pemerhati sejarah berencana mengirim surat resmi kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan kepala daerah di wilayah Cirebon.
Sementara itu, Sejarawan Cirebon, Farihin menjelaskan, sosok Subang Larang merupakan figur penting dalam sejarah Cirebon.
Ia adalah putri dari Ki Kedeng Tapa Jumajan Jati, seorang Mangkubumi sekaligus syahbandar di pelabuhan Muara Jati.
"Ya, Nyi Subang Larang sendiri itu merupakan putri dari Ki Kedeng Tapa Jumajan Jati, yang pada waktu itu pernah berkuasa sebagai Mangkubumi sekaligus syahbandar di pelabuhan Muara Jati," ujar Farihin saat kembali dikonfirmasi, Selasa (29/4/2025).
Subang Larang, kata Farihin, pernah menjadi murid Syekh Hasanuddin dari Campa atau yang dikenal dengan sebutan Syekh Puro, saat ulama tersebut tiba di Muara Jati sekitar tahun 1416.
Selain itu, Subang Larang juga menimba ilmu agama kepada Syekh Nur Jati.
"Kemudian Subang Larang di kemudian hari menikah dengan Prabu Siliwangi atau Prabu Jaya Dewata, yang kemudian melahirkan putra-putri seperti Pangeran Cakrabuana, Nyimas Ratu Rarasantang, Sunan Gunung Jati, dan Prabu Kian Santang," ucapnya.
Farihin menambahkan, Subang Larang dikenal juga dengan berbagai nama lain seperti Subang Kranjang, Ratna Kranjang, atau dalam naskah Prabu Siliwangi disebut Majalah Rangtapa.
Namun, di kalangan masyarakat Cirebon, nama Subang Larang lebih familiar.
Ki Kedeng Tapa sendiri, menurut Farihin, adalah sosok penting dalam sejarah awal Cirebon, sebelum berdirinya Kesultanan Cirebon.
Ki Kedeng Tapa juga dikenal sebagai petinggi di Kerajaan Singhapura.
"Kerajaan Singhapura itu ada sebelum Kesultanan Cirebon berdiri, bahkan dalam naskah Purwaka Cirebon Nagari tertulis Singhapura, yang menunjukkan Singhapura lebih dulu ada di Cirebon sebagai institusi politik dari kerajaan Galuh dan Pajajaran," jelas dia.
Ia juga menjelaskan, bahwa harta warisan dari Ki Kedeng Tapa dan Subang Larang digunakan oleh Walangsungsang untuk mendirikan Keraton Cirebon lengkap dengan pasukan militernya.
Sebelumnya, penamaan Gedung Negara atau eks Gedung Karesidenan Cirebon menjadi Bale Jaya Dewata mendapat sorotan luas.
Nama baru tersebut bahkan telah dipasang di pagar gedung dengan cat baru.
Pegiat budaya, Chaidir Susilaningrat, juga menyuarakan keprihatinannya, dan menilai penamaan gedung bersejarah seharusnya dimusyawarahkan dengan semua pihak.
"Penamaan gedung bersejarah semestinya dimusyawarahkan dengan semua pihak terkait, mengingat misi dari penamaan gedung itu tentunya berkaitan dengan upaya pelestarian warisan budaya bangsa," kata Chaidir.
Kini, usulan perubahan nama menjadi Bale Subang Larang menjadi salah satu upaya masyarakat Cirebon untuk menjaga jati diri dan sejarah budayanya.