Jelang May Day, Serikat Pekerja Ingatkan Pemerintah, PP 28/2024 Berpotensi Meluaskan PHK Massal
Malvyandie Haryadi April 29, 2025 08:34 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menyinggung pernyataan pemerintah dalam acara Sarasehan Ekonomi beberapa waktu lalu. 

Dalam acara itu, pemerintah mengklaim investasi yang masuk ke Indonesia membuka penyerapan tenaga kerja yang jauh lebih besar daripada PHK.

Padahal fakta di lapangan menunjukkan berbeda, karena beberapa pihak sering kali menutup data PHK dengan alasan tertentu.

Ristadi mengatakan banyaknya PHK ini kembali diperparah dengan sikap korporasi yang membuka lowongan kerja hanya pada fresh graduate atau lulusan baru, dan menutup mata bagi mereka yang terimbas PHK.

"Jika pekerja-pekerja di industri tersebut terkena PHK, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi," kata Ristadi dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).

Kata dia, jika masifnya PHK tak dibarengi dengan kebijakan yang membuka luas lapangan kerja, maka hal ini dipastikan menambah angka pengangguran. 

Ristadi kemudian menyinggung instruksi dari Presiden Prabowo Subianto yang meminta seluruh Kementerian dan Lembaga untuk melakukan deregulasi demi menjaga ketahanan ekonomi nasional serta memperhatikan kondisi domestik.

Ia menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 berpotensi kembali melebarkan keputusan PHK masif. 

Pasalnya aturan ini menekan banyak sektor industri tanah air, seperti industri makanan dan minuman hingga hasil tembakau yang memiliki jutaan pekerja di dalamnya.

“Misalnya di industri rokok (tembakau), jika terjadi penurunan produksi rokok, efisiensi akan dilakukan, bahkan PHK tidak bisa dihindarkan. Ini adalah kekhawatiran yang muncul dibenak pengusaha-pengusaha rokok," katanya.

Ia menilai pasal terkait pembatasan kandungan gula, garam, lemak (GGL) serta pembatasan zona penjualan dan iklan rokok yang diatur dalam PP 28/2024 tidak relevan untuk diimplementasikan. Kebijakan ini dianggapnya bias dan malah berpotensi bermasalah.

Secara spesifik, Ristadi menyoroti industri hasil tembakau yang telah berkontribusi besar bagi negara. 

Menurutnya, akan terjadi kerugian ekonomi yang akan ditanggung oleh para pengusaha di sektor ini dan kian mempersempit ruang penyerapan tenaga kerja, yang bisa berefek pada angka pengangguran semakin bertambah.

Ia mengingatkan bahwa pendapatan negara akan turut terdampak akibat kebijakan tersebut. 

Terlebih berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kontribusi industri hasil tembakau mencapai 4,22 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2024, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp216,9 triliun atau setara 72 persen dari total penerimaan kepabeanan dan cukai.

Perihal ini dan menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei, KSPN meminta pemerintah dapat mengolah formula ideal dengan menimbang sisi ekonomi dan sisi kesehatan sama-sama berjalan dengan tidak menimbulkan dampak besar ke sektor usaha yang lain.

“Selain itu, perlu adanya kajian lintas sektor dan melibatkan berbagai pihak untuk menyusun kebijakan yang tepat sasaran sehingga tidak menimbulkan dampak besar pada sektor lainnya,” pungkas Ristadi.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.