Career Anxiety: Ketika Mahasiswa Dibayang-bayangi Takut Gagal Sebelum Lulus
Jasmine Aulia Putriady April 30, 2025 09:23 AM
Pernahkah Anda merasa takut tentang masa depan karier, bahkan ketika masih kuliah? Saat orang lain tampak sibuk magang di perusahaan besar, ikut konferensi internasional, atau punya side project yang viral, sementara Anda masih berkutat dengan tugas kampus. Lalu muncul pertanyaan di kepala: “Nanti setelah lulus, aku bisa apa ya?”
Inilah yang disebut career anxiety — kecemasan tentang masa depan karier yang dialami bahkan sebelum resmi menjadi lulusan. Salah satu aspek penting dari kecemasan karier adalah rasa takut gagal atau tidak memenuhi harapan pribadi atau masyarakat. Individu mungkin khawatir tidak mencapai tujuan karier mereka, menghadapi kemunduran, atau tidak memenuhi harapan yang mereka atau orang lain tetapkan untuk mereka. Fenomena ini kini jadi hal lumrah di kalangan mahasiswa, di tengah arus informasi yang deras dan ekspektasi sosial yang seakan menuntut mahasiswa untuk sukses secepat mungkin.
Mengapa career anxiety semakin sering dialami mahasiswa? Salah satunya adalah karena media sosial, yang kini tak hanya jadi tempat hiburan, tapi juga arena adu pencapaian. Feed LinkedIn, Instagram, hingga Twitter dipenuhi kabar teman-teman yang sudah “lebih dulu sukses”. Di sini, mahasiswa tidak hanya membandingkan diri, tapi juga merasa dikejar standar pencapaian tertentu yang kadang tidak realistis.
Secara sosiologis, hal ini berkaitan dengan apa yang disebut tekanan norma sosial — di mana masyarakat (dalam hal ini lingkungan pertemanan atau komunitas akademik) membentuk ekspektasi tentang apa yang dianggap sukses dan pantas dicapai pada usia tertentu. Norma itu tercermin di media sosial, mempercepat kecemasan tentang karier meski status mahasiswa belum berubah jadi sarjana.
Selain itu, realitas dunia kerja yang semakin kompetitif turut memperburuk kecemasan ini. Menurut data BPS 2023, angka pengangguran terbuka di kalangan lulusan perguruan tinggi masih cukup tinggi, yakni 5,73 persen. Mahasiswa merasa harus punya “modal pengalaman” sebanyak mungkin sebelum lulus. Magang, organisasi, volunteer, hingga sertifikat kursus jadi syarat tak tertulis agar bisa bersaing nanti. Tak heran, banyak mahasiswa yang merasa tertekan, kelelahan, bahkan kehilangan arah karena mengejar checklist pencapaian tanpa benar-benar tahu apa yang mereka inginkan.
Career anxiety bukan hal sepele. Fenomena ini menjadi bukti bahwa tekanan sosial di era digital bisa berdampak langsung pada kesehatan mental mahasiswa. Saatnya kita sadari bahwa sukses bukan tentang siapa yang lebih dulu atau lebih banyak pencapaian, melainkan tentang siapa yang bisa menikmati proses, menemukan minat, dan membangun karier sesuai dengan nilai pribadi.
Mahasiswa perlu diberi ruang untuk gagal, mencoba hal baru, dan belajar tanpa terus-menerus dibebani ekspektasi sosial. Karena pada akhirnya, karier adalah tentang perjalanan jangka panjang, bukan siapa yang paling cepat tampil di feed LinkedIn.