Dengan tema "Daun Menari", Solo Menari 2025 dalam rangka Hari Tani Sedunia ingin mengajak untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitar, terutama dedaunan yang mulai kehilangan perhatian.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Halaman Balaikota Surakarta, Jawa Tengah, sudah penuh dengan pengunjung sejak sebelum adzan Isya’ berkumandang. Parkiran motor di sebelah selatan balaikota sudah hampir penuh. Gerai-gerai kuliner di sebelah utara sudah ramai dengan pengunjung. Sementara di bagian tengah, di ujung halaman, panggung sudah berdiri lengkap dengan sound-system-nya.
Adzan Isya berkumandang. Tak lama kemudian, puncak acara Solo Menari 2025 dimulai, ditandai dengan penampilan Sruti Respati yang membawakan beberapa lagu. Baru kemudian, giliran dua MC-nya naik ke panggung dan secara resmi membuka acara.
Ada puluhan penampilan tari malam itu, dari sekitar pukul 19.00 WIB dan berakhir menjelang 23.00 WIB. Tak hanya para penari dari Solo, Solo Menari 2025 juga menampilkan para penari atau komunitas dari luar kota, seperti dari Bandung, Jakarta, Cirebon, dan lain sebagainya.
Yang menarik dari Solo Menari 2025 adalah tema yang diusung, yaitu “Daun Menari”. Kenapa tema itu yang dipilih, menurut direktur program Solo Menari 2025 Heru Mataya, daun adalah sesuatu yang dekat dengan kita, yang lekat dengan kehidupan sehari-hari, tapi keberadaannya jarang diperhatikan lebih dari sekadar bungkus makanan. Solo Menari 2025 adalah semacam tribute atau perayaan untuk daun dan alam sekitar.
Menurut Heru, setidaknya ada tiga manfaat dasar yang diberikan oleh daun. Yang pertama adalah manfaat kesehatan, kedua manfaat kuliner, dan ketiga adalah manfaat kreativitas. Nah sisi yang ketiga inilah yang menurut Heru jarang diperhatikan oleh orang-orang.
Dari sisi kesehatan, kita ambil contoh daun kemangi. Selain dijadikan lalapan yang sering muncul dalam seporsi ayam penyet Lamongan, daun kemangi juga mengandung segudang manfaat. Di antaranya untuk melindungi kerusakan sel, mengurangi risiko kanker, mengurangi risiko tukak lambung, meningkatkan daya tahan tubuh, dan lain sebagainya.
Sementara untuk kuliner, daun sebagian besar digunakan sebagai pembungkus, seperti daun jati dan daun pisang. Tapi lebih dari itu, daun juga biasa digunakan sebagai hiasan dalam sepiring atau semangkuk hidangan kelas atas.
Nah, dalam sisi kreativitas inilah yang menurut Heru agak kurang. “Memang sudah ada eco-print, tapi itu baru satu dari sekian banyak manfaat kreativitas yang bisa dihasilkan lewat daun. Masih banyak manfaat lain dari daun yang belum tergali potensinya,” ujar Heru ketika ditemui menjelang puncak acara Solo Menari 2025, Selasa (29/4) malam.
Jangan lupakan juga, daun adalah penyumbang 20 hingga 28 persen oksigen di atas bumi. Itulah kenapa ia memainkan peran yang penting dan sentral dalam kehidupan manusia.
Yang juga menjadi perhatian Heru adalah, “Anak-anak kita saat ini sudah ‘kehilangan’ halaman rumahnya. Kegiatan mereka sehari-hari adalah berangkat sekolah, pulang tapi asyik dengan gadget-nya – mereka tidak peduli dengan halaman rumahnya, termasuk pohon-pohon dan dedaunan yang ada di dalamnya,” tambahnya.
Itulah kenapa pada Solo Menari 2025 ini adalah sesi Jelajah Daun yang memungkinkan para pesertanya untuk mengenal daun, dan dunia botani secara keseluruhan, secara lebih mendalam. Termasuk manfaatnya dan kreativitas apa saja yang bisa dihasilkan dari salah satu unsur paling penting pohon itu.
“Tak ada daun yang tidak ada manfaatnya. Bahkan yang gatal sekalipun, pasti punya manfaatnya sendiri. Dari daun bisa kita bisa membuat mahkota, gelang, kalung, dan seterusnya … belum lagi manfaat lainnya, seperti daun telang untuk minuman, dan lain sebagainya,” tutur Heru. “Oh iya, kalau mau merayakan ulang tahun juga tak perlu mengeluarkan biaya mahal, kita cukup memanfaatkan dedaunan yang ada sekitar rumah – untuk hiasan dan aksesoris.”
Sebagai pribadi, lewat Daun Menari, Heru ingin merawat dan mencintai alam dengan caranya. Dan lebih dari itu, Daun Menari, baginya, adalah satu langkah awal untuk gelaran yang lebih besar lagi, sebuah festival khusus merayakan dedaunan bertajuk Festival Daun Nusantara yang rencananya akan digelar pada akhir tahun ini.
Terkait berjalannya acara, Heru mengaku senang dengan hasilnya, terutama soal kemandirian yang dimunculkan para mereka yang terlibat dalam Solo Menari 2025. “Mereka menyiapkan semuanya atributnya sendiri, dari rumah masing-masing, dibantu orangtua masing-masing, kami tinggal menyiapkan panggungnya,” katanya.
Heru juga melihat ada kegairahan yang luar biasa dari masyarakat terkait daun dan Solo Menari 2025, dan itulah yang membuatnya semakin bahagia. Tak hanya para penari, komunitas-komunitas dari lintas disiplin dan profesi juga terlibat dalam acara tahunan ini.
“Ada pedagang, ada guru, ada PNS, dan lainnya … dan menurut saya, tari – semestinya – menjadi sumber kebahagiaan. Mereka senang karena menari, dan dengan menari mereka bahagia,” tutupnya.
Solo Menari 2025 berlangsung di tiga lokasi yang berbeda, di mana puncak acaranya berlangsung di halaman Balaikota Surakarta. Acara dimulai dengan “Jelajah Daun” yang digelar di Taman Balekambang Surakarta. Ini adalah sebuah petualangan botani yang mengajak pesertanya untuk mengenal lebih jauh tumbuhan di sekitar kita.
Jelajah Daun mencoba memadukan sains, budaya, dan gaya hidup. Ada berbagai workshop dalam sesi ini, di antaranya “Inside Flow Gold Teacher” bersama Dian Oerip, lalu ada workshop tari “Solah Bowo” juga workshop menggambar dan bercerita melalui media tulang daun. Ada juga workshop “Kreasi Janur” bersama Sigit Paripurno.
Agenda utama Solo Menari 2025 berlangsung di Koridor Ngarsopuro-Mangkunegaran. Sekitar 500 penari dari berbagai sanggar dan komunitas terlibat dalam parade menari massal ini. Tak hanya tari, Solo Menari 2025 juga menghadirkan festival UMKM dan pemutaran film.
Setidaknya ada empat film tari yang diputar dalam Solo Menari 2025 yang bertempat di Balaikota Surakarta. Film pertama adalah Pembebasan karya Hari Suryanto, yang terinspirasi dari cerita burung garuda yang terpahat di Candi Sukuh.
Lalu ada film keduanya, judulnya Anak Surau karya Deddy Desmal. Ini adalah film tentang budaya surau yang erat kaitannya dengan masa akil baligh anak laki-laki dalam tradisi Minangkabau yang belakangan semakin luntur keberadaannya.
Film ketiga berjudul Sleep Tiger in Me yang digarap oleh Zen Al Ansory. Film ini mencoba membongkar nilai feminin dan maskulin dalam tubuh manusia dan sejauh mana manusia bisa menjinakkan “sosok” harimau yang ada di dalam dirinya.
Film keempat adalah Human Passion karya Budi Dwi Arifianto, yang menggambarkan empat dimensi kehidupan yang meliputi kebendaan, tumbuhan, hewani, dan rohani, yang dianggap sebagai energi yang melahirkan nafsu dasar manusia.
Sebagai acara tahunan, Solo Menari masuk dalam Kharisma Event Nusantara yang didukung oleh Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta. Heru Mataya, lewat “Daun Menari” ingin mengajak kita semua untuk lebih peduli terhadap daun dan lingkungan sekitar. Tak sekadar sebagai bungkus makan, pungkas Heru, daun memberi manfaat kepada manusia lebih dari itu.