Harga Kelapa Bulat Meroket, Pengusaha Minta Moratorium Ekspor Minimal 6 Bulan
kumparanBISNIS May 04, 2025 10:20 AM
Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) meminta pemerintah menghentikan izin sementara alias moratorium ekspor kelapa bulat untuk meredam kenaikan harga di pasaran.
Ketua Harian HIPKI, Rudy Handiwidjaja, membenarkan harga kelapa bulat terus meroket setidaknya sejak pertengahan tahun 2024. Kini harganya sudah menembus Rp 25.000-30.000 per butir, dari kondisi normal Rp 8.000-10.000 per butir.
Rudy menyinggung ekspor kelapa bulat dari Indonesia masih bisa dilakukan dengan bebas tanpa adanya kuota bahkan pajak ekspor. Hal ini kemudian, menurut Rudy, membuat pasokan kelapa bulat mayoritas lari ke luar negeri.
"Satu-satunya negara yang masih bisa mengekspor kelapa itu hanya Indonesia setahu saya. Jadi hanya Indonesia saja yang masih mengizinkan regulasinya ekspor bebas untuk kelapa," jelas Rudy kepada kumparan, Sabtu (3/4).
Rudy pun menilai fenomena mahalnya kelapa bulat ini tidak hanya memukul industri pengolahan, namun juga konsumen hilir dan UMKM seperti rumah makan Nasi Padang hingga pengusaha briket.
Keran ekspor yang dibuka terlalu lebar tanpa ada pungutan, lanjut dia, membuat pengolahan kelapa bulat di Indonesia tidak memberikan nilai tambah yang besar bagi industri bahkan tidak terasa manfaatnya untuk kas negara.
Dengan demikian, HIPKI menyarankan agar pemerintah memberlakukan moratorium ekspor kelapa bulat setidaknya 6 bulan, jika lebih baik bisa diperpanjang atau bahkan dilarang secara permanen karena berdampak positif bagi industri pengolahan dalam negeri.
Kelapa parut di Pasar Citayam Kabupaten Bogor, Kamis (17/4/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kelapa parut di Pasar Citayam Kabupaten Bogor, Kamis (17/4/2025). Foto: Muhammad Fhandra Hardiyon/kumparan
"Kami usulkan moratorium kelapa agar tidak di ekspor selama 6 bulan. Kenapa 6 bulan? Karena di kebun-kebun kelapa banyak yang dipaksa dipetik, jadi belum benar-benar tua sehingga akan mempengaruhi pada siklus panen berikutnya," ujar Rudy.
Dia berharap moratorium ekspor ini bisa membuat siklus panen kelapa kembali pada kondisi semua, dan akhirnya dapat berpengaruh pada harga kelapa turun menjadi normal.
"Moratorium kalau misalnya lebih lama, bisa 9 bulan atau 1 tahun, lebih bagus untuk industri. Industri kita kan sudah banyak yang gulung tikar, sudah banyak tenaga kerja yang di-PHK," ungkap Rudy.
Selain itu, Rudy juga menyarankan agar pemerintah memberlakukan pajak ekspor terhadap komoditas kelapa bulat, minimal 50 persen. Pungutan tersebut bisa dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
"Bisa nanti jadi digunakan lagi untuk kesejahteraan petani, dikembalikan lagi kepada instrumen perkebunan, misalnya pemilihan bibit, kemudian pemupukan," tuturnya.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.