TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – “Tit tut, tit tut”. Bunyi bel terompet khas penjual keliling itu terdengar dari arah lahan pertanian. Tepatnya di dekat Wisata Kawah Wurung, Desa Kalianyar Kecamatan Ijen Kabupaten Bondowoso.
Ternyata bunyi tersebut berasal dari motor tua yang keluar dari balik lahan kentang. Motor itu berjalan pelan, keluar dari arah padang savana Kawah Wurung.
Dari arah dekat, motor itu menampung beban muatan yang begitu banyak. Di jok belakang ada box styrofoam berisi es wawan. Bagian depan kendaraan penuh dengan jualan seperti tahu petis, kacang, telur puyuh dan beberapa jajanan ringan lainnya.
Tak kalah menarik, di bagian spion sebelah kanan, tergelantung kresek warna putih berisi sarung. Sulaiman, nama pedagang itu mengaku, sarung itu digunakan saat salat.
Wajah pria kelahiran 1965 itu tampak lelah. Kerutan di bagian wajahnya menunjukkan usianya sudah tak lagi muda. Tapi tanggung jawab sebagai kepala keluarga membuatnya harus tetap semangat.
Meski lelah karena berkeliling dari hutan ke hutan, kebun ke kebun dan tempat-tempat wisata di Ijen. Sulaiman tetap terlihat ramah melayani setiap pembeli.
Sulaiman merupakan warga Desa Plalangan Kecamatan Wonosari. Setiap hari dia menempuh jarak sekitar 53 Km menuju Kecamatan Ijen. Butuh waktu 1,5 hingga 2 jam baginya untuk sampai di terminal Ijen.
Dia mengaku berangkat sekitar pukul 10.00 WIB dari rumahnya. Kadang di tengah perjalanan, dia berhenti di masjid untuk Salat Zuhur. "Saya salat karena ini amal saya nanti di akhirat," ucapnya penuh pesan moral.
Kemudian setelah itu dia melanjutkan perjalanan dan menjajakan jualan ke petani, pekebun, buruh perkebunan PTPTN dan pengunjung tempat wisata.
“Saya jualnya ke petani dan wisatawan, pekebun, hingga pegawai Perhutani, kalau musim panen kopi seperti ini. Kalau belum musim kopi dijual ke rumah-rumah,” kata Sulaiman.
Menurutnya, pendapatan sehari-hari tidak menentu. Kadang setelah dipotong bensin, pendapatan bersih Rp 50 ribu. Kalau sepi pendapatan hanya cukup untuk bensin, bahkan tidak dapat sama sekali.
Dia setiap hari naik turun Kecamatan Ijen. Tetapi jika diguyur hujan dia kembali di kebun Kluncing Kecamatan Sumberwringin.
Sampai saat ini kata Sulaiman, pedagang keliling yang berjualan di perkebunan hanya dia seorang diri.
Selain ke pekerja kebun, dia juga menjajakan jualan ke tempat wisata seperti di Megasari, Black Lava, Kawah Wurung dan Sungai Asam Kalipait.
“Kalau ke Palduding saya tidak sampai, tidak nutut bensinnya. Hanya sampai sungai Kalipait,” ungkap dia.
Motivasi jualan di kebun ini tidak lain untuk mencari pelanggan, karena kadang di rumah-rumah warga sepi pembeli. “Semata-mata demi mendapatkan penghasilan,” imbuhnya.
Dari rumah dia berangkat sekitar pukul 10.00 WIB, karena paginya dia masih mencari rumput untuk pakan sapi.
Dua jam kemudian, atau pukul 12.00 WIB sampai di Kecamatan Ijen dan setelah salat langsung keliling kebun. Beruntung jika ketemu petani yang bawa uang dan mau membeli. "Ada pembeli tidak bawa uang jadi tidak beli," kenangnya.
Biasanya Sulaiman turun dari Ijen sekitar pukul 17.00 WIB. Sampai di rumah sekitar isya.
Sementara untuk harga makanan yang dijual, sama dengan harga ketika jualan di kota. Misalnya telur Rp 5.000 dan kerupuk udang Rp 5.000
“Meskipun dijual di kebun harga sama, takutnya pembeli mengeluh,” paparnya.
Dari jualan keliling itu, dia berhasil menyekolahkan anaknya bahkan hingga lulus perguruan tinggi strata satu. “Anak saya yang pertama sudah lulus Unibo. Ya dari jualan begini,” ujarnya. (*)