Marak PHK di Industri Media, Praktisi Khawatirkan Kualitas Demokrasi Indonesia
GH News May 05, 2025 12:03 AM

Marak PHK di Industri Media, Praktisi Khawatirkan Kualitas Demokrasi Indonesia  

Industri media nasional tengah menghadapi guncangan besar.

Sejumlah perusahaan pers melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap karyawannya.

Per 30 April 2025, sejumlah televisi swasta dan media online telah memberhentikan ratusan pegawai mereka.

Menanggapi hal tersebut, praktisi media, Dar Edi Yoga menyebut fenomena ini sebagai konsekuensi dari perubahan lanskap media yang tak terhindarkan.

"Kita tidak sedang menghadapi krisis media, tapi krisis tata kelola media. PHK besarbesaran ini adalah akumulasi dari kegagalan adaptasi sebagian manajemen media terhadap era digital yang berubah sangat cepat," ujarnya, Minggu (4/5/2025).

Dar Edi menegaskan, peralihan dari model bisnis konvensional ke digital tak bisa hanya dilakukan dengan memangkas SDM.

"Transformasi media bukan hanya soal efisiensi. Ini soal inovasi dan keberanian berinvestasi pada jurnalisme digital yang berkelanjutan," jelasnya.

Ia juga menyampaikan keprihatinan atas nasib para jurnalis dan pekerja media yang terdampak.

"Jurnalis adalah pilar utama yang menjaga marwah pers. Saat mereka kehilangan pekerjaan, bukan hanya ekonomi mereka yang terguncang, tapi juga kualitas demokrasi kita yang terancam," kata Mantan Pokja Verifikasi Dewan Pers tersebut.

Dar Edi menyerukan perlunya kolaborasi antara pelaku industri media, organisasi profesi, dan pemerintah untuk menyusun strategi bersama menghadapi tantangan ini.

"Ini momentum untuk mereformasi sistem kerja media digital secara menyeluruh, agar tetap sehat, mandiri, dan profesional di tengah tekanan zaman," pungkasnya.

Disrupsi Digital

Terpisah, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin/Mantan Ketua KPI Daerah Sulawesi Selatan, Dr Alem Febri Sonni, dalam tulisannya di Tribun Timur mengatakan, badai PHK ini bukanlah sekadar respons terhadap fluktuasi ekonomi jangka pendek.

Ia mengatakan, kondisi saat ini juga konsekuensi dari transformasi struktural industri penyiaran yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.

Menurutnya, disrupsi digital telah mengubah secara fundamental cara masyarakat mengonsumsi media.

"Generasi muda Indonesia kini lebih memilih menonton konten melalui smartphone daripada duduk di depan televisi mengikuti jadwal siaran yang ditetapkan," katanya.

Konsekuensinya, iklan sebagai sumber pendapatan utama media penyiaran juga beralih mengikuti perhatian pemirsa.

Transformasi digital ini telah menciptakan lingkungan media yang sama sekali berbeda dari era saat UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 disahkan.

"UU yang menjadi landasan regulasi penyiaran kita disusun pada era sebelum smartphone, media sosial, dan layanan streaming menjadi arus utama. Meskipun telah ada berbagai upaya revisi sejak 2011 hingga saat ini, namun belum ada perubahan signifikan pada undangundang tersebut."

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.