Dari Nikel ke Kendaraan Listrik: Indonesia Bersiap Kuasai Rantai Pasok EV Global
Mohammad Rafly Apriansyah Addin May 05, 2025 06:40 PM
Lalu, seberapa jauh perkembangan mobil listrik dan pabrik baterai di negeri ini? Apakah kita hanya jadi pasar atau bisa jadi pemain global?
1. Mobil Listrik di Indonesia: Dulu Sepi, Kini Makin Diminati
Beberapa tahun lalu, mobil listrik di Indonesia hanya dianggap tren mewah yang tak terjangkau. Tapi sejak 2021 ke atas, perlahan tapi pasti, EV mulai terlihat di jalan-jalan kota besar. Pemerintah pun tancap gas dengan memberikan berbagai insentif, seperti:
• Bebas pajak kendaraan,
• Diskon PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah),
• Subsidi langsung untuk motor listrik,
• Dan fasilitas charging gratis di beberapa titik.
Tak hanya insentif, regulasi pun diperkuat. Lewat Perpres No. 55 Tahun 2019, pemerintah menetapkan arah pembangunan kendaraan berbasis listrik sebagai bagian dari transisi energi nasional.
Kini, merek-merek seperti Hyundai, Wuling, dan BYD mulai mencuri perhatian pasar lokal. Bahkan pabrikan Jepang seperti Toyota dan Honda pun sedang mempercepat adopsi EV-nya di Indonesia.
2. Pabrik Baterai: Indonesia Bangun dari Hulu ke Hilir
Yang bikin Indonesia istimewa dalam peta industri EV global adalah nikel. Ya, nikel adalah bahan baku utama untuk baterai lithium-ion yang digunakan di hampir semua kendaraan listrik.
Menyadari potensi ini, pemerintah mengubah strategi. Bukan lagi hanya mengekspor bijih nikel mentah, melainkan membangun pabrik pemurnian (smelter) dan pabrik baterai EV langsung di dalam negeri.
Beberapa langkah besar yang sudah terjadi:
• Gotion pabrik asal China, membangun pabrik baterai di Cileungsi dan Cikarang.
• Konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC) menggandeng perusahaan dari China, Korea, hingga Eropa.
• Pabrik CATL, raksasa baterai asal China, juga menjalin kerja sama untuk mendirikan fasilitas produksi di Indonesia.
Dengan begitu, Indonesia tidak lagi hanya jadi pasar kendaraan listrik, tapi juga menjadi pemain kunci dalam rantai pasok global.
3. Tantangan Masih Banyak, Tapi Peluang Jauh Lebih Besar
Tentu, jalan Indonesia membangun industri EV tidak mulus-mulus amat. Ada beberapa tantangan yang masih harus diselesaikan:
• Harga kendaraan listrik yang masih tergolong tinggi dibandingkan mobil konvensional.
• Infrastruktur charging station yang masih belum merata, terutama di luar Jawa.
• SDM dan teknologi dalam negeri yang masih butuh penguatan.
Namun, tantangan ini dibarengi peluang besar:
• Potensi ekspor baterai dan mobil listrik ke negara lain.
• Penciptaan lapangan kerja baru di sektor manufaktur dan teknologi.
• Pengurangan impor BBM dan emisi karbon, mendukung target net-zero emissions tahun 2060.
4. Masa Depan EV di Indonesia: Siap Melaju Lebih Cepat
Jika dilihat dari roadmap pemerintah dan investasi yang masuk, jelas bahwa Indonesia sedang membangun ekosistem EV secara menyeluruh:
Produksi bahan baku → pembuatan baterai → perakitan mobil → infrastruktur pengisian daya → daur ulang baterai.
Dengan kolaborasi antara BUMN, swasta, dan mitra asing, Indonesia punya modal kuat untuk menjadi pusat manufaktur EV di Asia Tenggara.
Perkembangan mobil listrik dan pabrik baterai di Indonesia bukan lagi mimpi. Ini adalah realitas yang sedang dibangun hari demi hari. Generasi muda, pelaku industri, hingga pemerintah harus berjalan seiring untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang berkelanjutan.
Jika sukses, Indonesia tak hanya berkontribusi pada upaya mengurangi krisis iklim, tetapi juga bisa memimpin perubahan besar di sektor otomotif dunia. Siapa bilang kita cuma jadi penonton?