Eks Dirjen Minerba Divonis 4 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi Timah
kumparanNEWS May 06, 2025 12:26 AM
Eks Dirjen Mineral dan dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, divonis tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Bambang Gatot bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun itu.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Bambang Gatot Ariyono oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji, saat membacakan amar putusannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/5).
Selain pidana badan, Bambang juga dijatuhi hukuman pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara.
Adapun vonis itu lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, Bambang Gatot dituntut 8 tahun penjara serta pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam tuntutannya, jaksa juga membebani Bambang Gatot pembayaran uang pengganti sebesar Rp 60 juta—sebesar keuntungan yang diterimanya dalam kasus rasuah itu.
Namun, dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Bambang Gatot tidak dijatuhi hukuman pembayaran uang pengganti.
Sebelum menjatuhkan vonisnya, Majelis Hakim terlebih dahulu membacakan sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan vonis yakni terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta terdakwa tidak merasa bersalah atas perbuatannya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Sementara itu, untuk hal meringankan vonis yakni terdakwa belum pernah dipidana dan terdakwa bersikap sopan selama persidangan.
Dalam sidang itu, Majelis Hakim juga membacakan amar putusannya untuk terdakwa lainnya, yakni mantan Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung, Supianto.
Supianto divonis 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia tak diminta untuk membayar uang pengganti oleh Majelis Hakim.
Vonis itu juga lebih rendah dibandingkan tuntutan dari jaksa. Supianto dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sebelumnya, Majelis Hakim telah terlebih dahulu membacakan vonis untuk salah satu terdakwa lainnya, yakni eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Alwin Albar.
Dalam perkara ini, Alwin Albar dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga tidak dihukum membayar uang pengganti oleh Majelis Hakim.
Hukuman itu juga lebih rendah dibandingkan tuntutan dari jaksa. Sebelumnya, jaksa menuntut Alwin dengan pidana 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Atas perbuatannya itu, Majelis Hakim menyatakan bahwa Bambang Gatot dan Supianto melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsider.
Sementara itu, Majelis Hakim menyatakan bahwa Alwin Albar melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.
Dakwaan Bambang Gatot dkk
Sebelumnya, dalam sidang perdana, Bambang Gatot didakwa menerima Rp 60 juta dan sejumlah fasilitas terkait kasus dugaan korupsi timah tersebut.
Jaksa menyebut, uang itu diterima Bambang sebagai imbalan menyetujui Revisi Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) 2019 PT Timah Tbk. Padahal, kata jaksa, Bambang mengetahui masih terdapat kekurangan yang belum dilengkapi di revisi itu.
Jaksa menyebut bahwa Bambang juga tetap menerbitkan Persetujuan Project Area PT Timah Tbk walaupun kegiatan kerja sama sewa alat processing PT Timah Tbk dengan smelter swasta.
Smelter swasta yang dimaksud yakni PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
Karena menyetujui RKAB itu, jaksa mengungkapkan bahwa Bambang juga menerima fasilitas sponsorship kegiatan golf tahunan yang dilaksanakan oleh IKA Minerba Golf, Mineral Golf Club, dan Batu bara Golf Club yang difasilitasi oleh PT Timah Tbk.
Fasilitas itu yakni berupa doorprize tiga unit Handphone Iphone 6 seharga Rp 12 juta dan tiga unit jam Garmin seharga Rp 21 juta.
Kemudian, untuk Supianto, jaksa menyebut bahwa ia didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyetujui RKAB tahun 2020 yang isinya tidak benar terhadap 2 smelter swasta yaitu PT Refined Bangka Tin (RBT) beserta afiliasinya dan PT. Menara Cipta Mulia yang merupakan afiliasi CV Venus Inti Perkasa.
Supianto juga disebut tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan smelter beserta perusahan afiliasinya yang melakukan kegiatan pertambangan tidak sesuai dengan RKAB yang telah disetujui periode tahun 2020.
Akibatnya, tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Selanjutnya, eks Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Alwin Albar, didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Direksi PT Timah Tbk.
Jaksa menyebut, Alwin Albar melaksanakan kerja sama antara PT Timah Tbk dengan sejumlah mitra jasa penambangan yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Kemudian, Alwin Albar juga merealisasikan pembayaran dari PT Timah Tbk kepada Mitra Jasa Penambangan seolah-olah sebagai Imbal Biaya Usaha Jasa Penambangan, yang didasarkan pada jumlah bijih timah yang dihasilkan penambang ilegal sesuai harga pasar pada saat transaksi.
Alwin Albar juga disebut membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, yang dalam pelaksanaannya PT Timah Tbk membeli bijih timah dari penambang-penambang ilegal yang melakukan penambangan di Wilayah IUP PT Timah Tbk.
Jaksa menyebut, Alwin Albar juga melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5% dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Dalam pencatatannya, Alwin melakukan rekayasa seolah-olah pembayaran itu merupakan hasil produksi dari program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah Tbk.
Jaksa menjelaskan bahwa perbuatan itu dilakukan Alwin Albar secara bersama-sama dengan dua terdakwa lainnya dalam kasus ini, yakni eks Dirut PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra.
Tak hanya itu, Alwin juga memerintahkan eks General Manager Operasi Produksi PT Timah Tbk Ahmad Haspani untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) Borongan Pengangkutan SHP. Penerbitan itu untuk melegalkan kegiatan pembelian bijih timah yang didapat dari para penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah melalui CV. Salsabila Utama, CV. Indo Metal Asia, dan CV. Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM).
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.