Ibu Mertua Usir Menantu karena Tak Bisa Hamil, Paksa Anaknya Ceraikan Istri dan Nikahi Wanita Lain
Randy P.F Hutagaol May 07, 2025 12:32 AM

TRIBUN-MEDAN.com - Seorang wanita mengalami tekanan mental berat setelah mengetahui dirinya mandul dan mendapat perlakuan buruk dari ibu mertuanya.

Meskipun mendapat dukungan dari sang suami, ia tetap hidup dalam tekanan keluarga selama bertahun-tahun.

Dikutip dari Eva.vn Selasa (5/4/2025), ibu B (40) berbagi kisah pilu tentang perjalanan rumah tangganya yang tak seindah masa pacaran.

Ia bertemu suaminya dalam sebuah pesta ulang tahun dan setelah dua tahun berpacaran, mereka memutuskan untuk menikah.

Selama masa pacaran, Ibu B mengaku merasa sangat diterima oleh keluarga sang pacar. Ia bahkan merasa dekat dengan ibu mertua dan kakak iparnya.

Namun, semua berubah setelah mereka resmi menjadi suami istri.

“Setelah menikah, perlakuan ibu mertua saya sangat berbeda. Ia mulai menyinggung soal anak setelah satu tahun kami menikah dan belum juga punya keturunan,” ujar Ibu B sambil terisak.

Awalnya, ia menganggap keterlambatan memiliki anak sebagai sesuatu yang wajar dan memilih untuk tidak memeriksakan diri.

Namun, di bawah tekanan keluarga, terutama dari ibu mertuanya yang terus melontarkan hinaan, ia akhirnya memeriksakan diri ke dokter dan menerima kenyataan pahit, ia divonis mandul.

“Ibu mertua saya menyebut saya beracun karena tidak bisa punya anak. Ia bahkan mengusir saya dari rumah,” kenang Ibu B.

Saat itu, sang suami tetap setia mendampingi dan menyarankan agar mereka mengadopsi anak. Namun, perlakuan ibu mertuanya tak kunjung membaik.

Puncak kekerasan emosional terjadi setelah ibu mertuanya menemukan rekam medis Ibu B dan melemparkannya ke wajahnya, disertai makian dan tuduhan menipu keluarga. Kakak ipar yang dulu akrab pun ikut memusuhi.

Meski sakit hati, Ibu B tetap bertahan karena cintanya kepada suami.

“Dia bilang, kalau tidak memiliki saya, anak pun tak berarti. Kami bisa mengadopsi, katanya,” tutur Ibu B.

Pasangan ini kemudian mencoba berbagai perawatan kesuburan hingga sempat mengalami keguguran. Dalam tekanan yang terus berlangsung, sang ibu mertua bahkan melakukan mogok makan agar anaknya menceraikan Ibu B. Namun sang suami tetap memilih mendampingi istrinya.

Akhirnya, setelah empat tahun hidup dalam tekanan, mereka memutuskan untuk pindah rumah.

Meski begitu, gangguan dari sang ibu mertua belum berhenti. Ia terus datang, menuntut perceraian, bahkan menyarankan anaknya menikahi wanita lain.

Psikolog Dr. To Nhi A menanggapi kisah ini sebagai dampak dari ekspektasi kuat terhadap kelanjutan garis keturunan di beberapa keluarga.

“Banyak orang tua generasi lama yang tak bisa menerima jika anak mereka tidak memiliki keturunan, apalagi jika penyebabnya adalah menantu perempuan,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa kemandulan bukanlah kesalahan.

“Seorang perempuan tetap berharga meski tidak bisa memiliki anak. Jika terus hidup dalam rasa bersalah, pernikahan itu bisa hancur. Yang penting, ambil keputusan dengan kepala dingin: bertahan atau pergi,” ujarnya.

Kini, satu-satunya harapan Ibu B adalah agar ibu mertuanya dapat memahami bahwa tidak ada seorang perempuan pun yang menginginkan kondisi seperti ini. Ia hanya ingin hidup damai bersama orang yang mencintainya.

(cr31/tribun-medan.com)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.