Sidang Hasto Kristiyanto, Jaksa Cecar Saksi Kusnadi Soal Perintah Tenggelamkan 
GH News May 08, 2025 02:04 PM

Jaksa KPK di persidangan mempertanyakan perintah tenggelamkan yang diterima staf pribadi Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, Kusnadi.

Adapun hal itu terjadi pada sidang lanjutan sidang kasus perkara suap dan perintangan penyidikan terdakwa Hasto Kristiyanto, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada Kamis (8/5/2025).

"Kemudian ada perintah lagi dari Sri Rezeki Hastomo. Yang itu ditenggelamkan saja, tidak usah memikir sayang dan lainlain," kata jaksa kepada saksi Kusnadi di persidangan.

Kemudian Kusnadi mengatakan bahwa seingatnya itu kegiatan melarung.

Apa yang dilarung, tanya jaksa kembali.

Kusnadi lalu mengungkapkan yang dilarung yakni pakaian.

"Tadi kan di atas bahasanya mengenai HP ini saja yang dipakai. Kemudian ada respon, oke thanks. Kemudian tibatiba kok ada tenggelamkan, saudara kemudian menyebutkan larung. Nyambung nggak itu kirakira?" tanya jaksa.

Kusnadi lalu menyebutkan bahwa hal tersebut berkesinambungan.

Jaksa KPK lalu peringatan saksi Kusnadi sudah disumpah.

"Saudara sudah disumpah. Saya ingatkan biar saudara tidak nanti termakan sumpahnya," kata jaksa KPK.

"Kalau yang ditenggelamkan itu saya yang ngelarung, Pak. Ngelarung pakaian," jelas Kusnadi.

Jaksa lalu menanyakan apa kaitannya saudara kemudian hubungan antara nomor sekretariat dan ngelarung.

"Bagaimana hubungannya? Nyambung nggak?' tanya jaksa.

Kemudian Kusnadi mengatakan kegiatan melarung kegiatan yang sering dilakukan kader PDIP.

"Pak, kalau PDIP itu sering kegiatan ngelarung.  Sering dengan ngelarung kader yang biasa minta doa," kata Kusnadi.

Terus, lanjut jaksa saudara mau jadi apa? Minta baju saudara dilarung.

Kemudian Kusnadi mengatakan ingin mendapatkan rezeki.

"Ya pengenpengen ikut rejekinya kan," jelas Kusnadi.

Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (14/3/2025).

"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersamasama dengan orang kepercayaannya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.

Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDIP karena tidak sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku," sebutnya.

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.