Grid.ID - Dedi Mulyadi diketahui sempat melontarkan kebijakan terkait mengirim siswa SMA/SMK bermasalah ke barak militer. Hal itu dimaksudkan agar para siswa sekolah tersebut mendapatkan pembinaan.
Namun kebijakan yang dilontarkan Dedi Mulyadi itu tanmpaknya menuai respon pro kontra. Bahkan kritik tajam juga muncul dari berbagai pihak.
Yakni mulai dari Komnas HAM, DPR, hingga KPAI. Sebelumnya, pihak Komnas HAM bahkan meminta program pembinaan siswa bermasalah di barak militer untuk ditinjau ulang.
Bukan tanpa alasan, hal ini lantaran urusan edukasi warga sipil dianggap bukanlah kewenangan dari pihak militer.
"Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan civil education. Mungkin perlu ditinjau kembali rencana itu," ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dikutip Grid.ID dari Kompas.com, Kamis (8/5/2025).
Atnike Nova Sigiro sendiri sebenarnya menilai tak masalah apabila kunjungan siswa ke barak militer tujuannya hanya untuk edukasi karier. Namun apabila tujuannya untuk dilatih dengan metode milter, hal itu bisa jadi persoalan lain.
Kritik juga diketahui sempat datang dari Komisi X DPR RI, Bonnie Triyan. Yang mengatakan tidak semua masalah harus selalu diselesaikan oleh tentara.
"Tidak semua problem harus diselesaikan oleh tentara, termasuk persoalan siswa bermasalah," tulis Bonnie.
Tak berhenti sampai di situ, kritikan juga datang dari Komisioner KPAI Aris Adi Leksono. Yang menyebut anak-anak yang dimasukkan kategori bermasalah adalah kelompok rentan yang membutuhkan pendekatan khusus.
"Pada prinsipnya begini, anak ini masuk dalam kelompok rentan, karena dia masuk dalam kelompok rentan maka dia butuh pendekatan-pendekatan khusus, dia butuh perlindungan.
Nah di dalam ruang lingkup perlindungan anak itu ada tahapan bagaimana pemenuhan hak anak, yang kemudian baru pada tahapan perlindungan khusus anak," beber Aris.
"Artinya kalau kemudian program ini menyasar kepada anak-anak yang dalam tanda kutip ya, anak nakal, anak bermasalah, saya kira juga persoalan tersendiri, karena kemudian akan menjadi anak korban stigma," imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Dedi Mulyadi akhirnya angkat bicara. Ya, Gubernur Jawa Barat itu mengatakan bahwa keterlibatan TNI dalam pendidikan anak-anak sipil di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru.
Dedi bahkan mencontohkan hal ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan TNI di Papua. Di mana di sana, para TNI juga turut serta mengajar di sekolah-sekolah Papua.
"(Yang dipersoalkan) TNI tidak boleh terlibat dalam pendidikan anak sekolah, di Papua, TNI ngajar anak SMP.
Kemudian TNI ngajar pendidikan kepemimpinan dari dulu untuk ASN, untuk calon karyawan," ungkap Dedi Mulyadi dikutip Grid.ID dari postingan akun Instagramnya @dedimulyadi71, Kamis (8/5/2025).
"Nah jadi enggak ada hal baru TNI memberikan pendidikan pada sipil, pada anak-anak sekolah, bukan hal baru. TNI melatih baris berbaris, TNI melatih Pramuka," imbuhnya.
Terakhir, Dedi Mulyadi mengatakan munculnya pro kontra dalam kebijakan yang dikeluarkannya merupakan hal biasa. Dan meminta pihak yang mengkritik untuk melihat saja nanti hasilnya.
"Nanti kita lihat hasilnya dan saya juga mempersilahkan pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia, pada Komnas HAM, pada komisi 10 DPR, pada komisi 1, untuk berkunjung ke tempat pelatihan," tandas Dedi Mulyadi.