TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petugas keamanan DPP PDIP, Nurhasan, dihadirkan sebagai saksi atas terdakwa Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis (8/5/2025).
Dalam kesempatan itu, Nurhasan membantah Sekjen PDIP hasto Kristiyanto memberikan perintah terkait komunikasi dan upaya menghilangkan jejak digital atau ponsel milik Harun Masiku.
Nurhasan sempat memperagakan bagaimana dua orang mendatanginya dan memberi perintah.
Lalu dia hanya mengikuti perintah orang dimaksud karena di saat itu merasakan berada di dalam situasi tertekan.
"Bukan Pak Sekjen,” kata Nurhasan saat ditanya tentang asal perintah merendam handphone Harun Masiku.
"Tidak ada orang di situ, cuma saya berdua (dengan dua orang berbadan tegap itu)," ujar Nurhasan.
Selain itu, Nurhasan juga membantah bahwa Hasto Kristiyanto yang menyuruhnya untuk menghubungi Harun Masiku melalui telepon.
"Tidak pernah," jawab Nurhasan.
"Saya yakin pasti itu. Tidak pernah. Karena di situ tidak ada siapa-siapa. Cuma saya dengan dua orang itu."
Nurhasan juga mengatakan kedua orang berbadan tegap yang ditemuinya tersebut tidak pernah menyebutkan bahwa mereka ditugaskan oleh Hasto Kristiyanto.
Keterangan ini diperkuat saat penegasan kesesuaian antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanggal 14 Januari 2020 dan putusan nomor 28 terkait kasus sebelumnya (Wahyu Setiawan).
Dalam kedua dokumen tersebut, Nurhasan konsisten menyatakan bahwa yang memerintahkan untuk menyampaikan kepada Harun Masiku agar merendam handphonenya adalah dua orang berbadan tegap tersebut.
Diketahui, Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (Jpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (14/3/2025).
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaannya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.