TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajemen PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) kembali memberikan klarifikasi terkait rumor akuisisi perusahaan oleh Grab Holdings Limited yang kembali mencuat ke publik.
Berdasarkan informasi yang beredar, Grab dikabarkan telah menunjuk penasihat untuk mengkaji rencana akuisisi GOTO tersebut. Aksi korporasi ini disebut-sebut akan rampung pada kuartal II tahun 2025.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Perusahaan GOTO, R. A. Koesoemohadiani, menyatakan bahwa dari waktu ke waktu, Grup GOTO memang menerima berbagai penawaran dari sejumlah pihak.
“Adalah kewajiban direksi untuk menjajaki secara menyeluruh dan mengevaluasi dengan cermat serta penuh kehati-hatian,” ujarnya dalam keterbukaan informasi yang dirilis pada Kamis (8/5).
Ia menegaskan bahwa prinsip kehati-hatian akan senantiasa dijunjung guna meningkatkan nilai jangka panjang bagi seluruh pemegang saham GOTO, dengan tetap memperhatikan semua kepentingan yang relevan.
“Namun sampai dengan tanggal keterbukaan informasi, kami belum mencapai keputusan apapun terkait penawaran yang mungkin telah diketahui atau diterima GOTO,” tambahnya.
Lebih lanjut, Diani, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa merujuk pada keterbukaan informasi sebelumnya, tertanggal 19 Maret 2025, hingga saat ini belum terdapat kesepakatan antara GOTO dan pihak manapun.
Kata Ekonom
Menanggapi isu bergabungnya dua raksasa teknologi digital di Indonesia, GoTo dan Grab, Ekonom Senior Piter Abdullah Piter meminta pemerintah agar bersikap cermat dalam menanggapi wacana ini.
Ia menekankan pentingnya peran otoritas negara, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), dalam mengawasi potensi dampak merger terhadap perlindungan data pengguna, serta dampaknya bagi konsumen dan UMKM.
“Pemerintah dari Komdigi harus melihat dari sisi data, penguasaan informasi teknologi data. Kalau dimiliki asing harus jadi perhatian Komdigi. Kemudian juga terkait perlindungan konsumen dan UMKM, di masing masing sektor kementerian,” tutup Piter.
Lebih lanjut, Piter menyoroti aspek nasionalisme dalam wacana merger tersebut, mengingat status kepemilikan asing Grab dibandingkan dengan GoTo yang ia sebut sebagai karya anak bangsa. Ia mengingatkan bahwa sektor digital bukan sekadar bisnis, namun juga menyangkut penguasaan atas data masyarakat dan keamanan strategis negara.
“Siapa yang akan mengakuisisi? Kalau seandainya Grab, tentu harus dipertimbangkan dan melihat sisi nasionalisme. GoTo ini kan karya anak bangsa, jadi sesuatu yang harus kita pertimbangkan, jangan sampai diakuisisi Grab yang notabene dari asing. Ini adalah teknologi yang menggunakan data, rangkaiannya jadi banyak. Jika yang menguasai jadi asing maka jadi penting terkait kemanan data,” imbuhnya.
Piter juga menegaskan bahwa tidak ada urgensi dari masing masing platform untuk akuisisi/merger.
“Kalau saya melihatnya ini nggak ada urgensi dari keduanya untuk merger,” ucap Piter.
Terakhir, Piter menilai bahwa baik GoTo maupun Grab memiliki ekosistem bisnis digital yang serupa, sehingga potensi merger lebih didorong oleh ambisi menguasai pangsa pasar.
“Ekosistem mereka ini kan sama, jadi sepertinya kepentingannya hanya untuk market share dan menguasai market share”. tutup Piter.(Kontan/Tribunnews.com)