Wakil Menteri Pekerjaan Umum: Arsitek Berperan Atasi Perubahan Iklim di Indonesia
GH News May 10, 2025 12:03 AM

Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Diana Kusumastuti berharap agar semua arsitek di Indonesia bisa terus berinovasi dan juga berkolaborasi dengan pihakpihak terkait agar bisa berperan aktif dalam aksi mitigasi perubahan iklim.

Hal itu disampaikan Diana dalam sambutannya di pembukaan forum dan pameran arsitektur ARCH:ID 2025 yang digelar mulai tanggal 8 sampai 11 Mei 2025 di ICE BSD City, Tangerang Selatan, Jumat(9/5/2025).

“Di tengah krisis iklim dan disrupsi teknologi, salah satu strategi utama untuk meningkatkan performa arsitektur dan juga industri konstruksi adalah bagaimana mereduksi emisi karbon di sektor bangunan gedung. Nah disinilah arsitek mempunyai peran yang sangat penting. Karena arsitek tidak bisa lepas dari bangunan gedung. Dan beberapa strategi reduksi yang bisa dilakukan ini tentunya untuk mengurangi penggunaan energi melalui perubahan perilaku dan juga efisiensi energi. Ini yang benarbenar selalu kita tekankan,” kata Diana.

Diana menyebut, pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui upaya aksi mitigasi perubahan iklim.

Hal ini telah diratifikasi dalam UU nomor 16 tahun 2016 dan juga dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dimana Indonesia menargetkan penurunan NDC carbon itu sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri, dan 43,2 persen dengan bantuan internasional di tahun 2030.

Emisi secara global ini juga termasuk embedded carbon di sektor pengguna gedung.

Diana menjelaskan, salah satu langkah nyata dalam upaya mitigasi perubahan iklim ini dilakukan kementerian PU dengan mengatur pemenuhan mandatory dan juga sukarela terhadap standar teknis Bangunan Gedung Hijau (BGH) dan Bangunan Gedung Cerdas (BGC). Menurutnya, standar teknis ini yang harus dipahami arsitek saat ini.

“Prinsip BGH dan BGC ini adalah mengusung konsep reduce, reuse, dan recycle. Jadi terhadap sumber daya yang digunakan dan juga berorientasi pada siklus hidup serta menerapkan desain pasif maupun desain aktif. Yang tentunya harus terintegrasi guna untuk mereduksi penggunaan energi tadi. Ini tugasnya arsitek. Tugasnya arsitek agar bisa mencapai bangunan gedung tadi bisa net zero emission. Mudahmudahan nanti semuanya bisa dilakukan,” ujar Diana.

Selain penerapan standar teknis BGH maupun BGC dalam penyelenggaraan konstruksi, arsitek juga harus bisa mengusung land construction teknologi seperti yang sudah diterapkan kementerian PU melalui Building Information Modeling (BIM).

BIM ini yang digunakan untuk memperhitungkan bagaimana analisis beban energinya, sehingga pembangunan gedung dapat dilakukan secara efisien dan berkelanjutan.

Upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah ini sendiri mendapat dukungan penuh para peserta pameran yang hadir menampilkan desaindesain bangunan mereka.

Salah satunya disampaikan oleh Christi Pramudianti Wihardjono, Business Development Manager PT Tatalogam Lestari (Tatalogam Group) yang tampil dengan desain arsitektur berjudul Ruang Riung: Fingerprint of Indonesia.

Christi menyebut, pembangunan yang berkelanjutan harus juga didukung dengan material konstruksi yang dalam proses manufaktur, proses produksi hingga proses distribusinya menghasilkan emisi karbon yang sangat rendah.

“Semua produk baja ringan yang diproduksi Tatalogam Lestari pastinya sudah ramah lingkungan yah. Karena keberlangsungan lingkungan sudah menjadi salah satu fokus utama kami di Tatalogam Group, dimana kami menaungi PT Tatalogam Lestari sebagai produsen baja ringan di sektor hilir, dan Tata Metal Lestari sebagai penyedia bahan bakunya. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya sertifikasi Industri Hijau dari Kemenperin dan sertifikasi lain dari dalam dan luar negeri. Bahkan kini beberapa material kami sedang dalam proses GSE (Greenship Solution Endorsement) untuk memberikan suatu kepastian bahwa material kami dalam proses manufakturingnya, dalam proses produksinya, sampai proses distribusinya menghasilkan jejak karbon yang sedikit,” kata Christi.

Christi menambahkan, penggunaan material ramah lingkungan, dan pemanfaatan teknologi tepat guna juga bisa bisa membantu upaya pemerintah dalam mitigasi perubahan iklim.

Hal ini dibuktikan dengan penggunaan material Purlin dengan sistem Domus Fastrac yang mereka gunakan dalam membangun desain arsitektur mereka kali ini. 

Dalam pembangunan Ruang Riung, hampir tidak ada limbah yang dihasilkan di lokasi pembangunan. Hal ini terjadi karena dengan sistem Domus Fastrac, semua material sudah diperhitungkan dengan program terkomputerisasi dan dipotong sesuai kebutuhan di pabrik sebelum dikirim ke lokasi pembangunan.

“Ruang Riung hasil kolaborasi Tatalogam Lestari dan tim arsitek dari Mark Associates ini dibangun dengan material Purlin dan didesain menggunakan system yang kami beri nama Domus Fastrac. Jadi semua bahannya sudah disiapkan sesuai bentuk dan ukuran di pabrik sehingga di lokasi tinggal dipasang seperti lego saja. Jadi zero waste, tidak ada material yang terbuang di lokasi pembangunan. Dan semua material kami ini konsepnya bisa digunakan kembali atau reuse. Semua material kami bisa dimodifikasi menjadi bentuk lain digunakan untuk bentuk lain, dan digunakan ditempat yang lain. Itu adalah salah satu konsep dari material kami,” kata Christi.

Di kesempatan yang sama, Grady Halim, Design Principal dari Mark Associates menambahkan, meski dibangun dengan material baja ringan, namun desain arsitektur Ruang Riung terbukti dapat tampil lues dengan lekukanlekukan organik dan berhasil menampilkan gambaran siluet Indonesia yang memiliki beraneka ragam budaya dan kontur wilayahnya.

“Ruang riung adalah pusat komunitas yang dirancang untuk mendorong interaksi sosial, pertukaran budaya, dan tindakan kolektif. Berakar pada tradisi ruang komunal Indonesia. Bentuk instalasi ini terinspirasi dari keberagaman budaya dan alam Indonesia yang sangat beragam, sehingga tidak meniru bentuk daerah mana pun secara harfiah. Dengan mengekstraksi prinsipprinsip bersama; struktur yang ditinggikan, kurva organik, dan tingkatan berlapis, desain ini mengundang interpretasi terbuka. Pengunjung mungkin melihat Siluet atap Rumah Gadang, irama deburan ombak laut, atau simetri terasering, menggambarkan jati diri Indonesia yang majemuk,” kata Grady.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.