Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Misbahul Munir
TRIBUNJATIM.COM, BOJONEGORO - Tuntutan hukuman ringan yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro terhadap lima terdakwa kasus korupsi pengadaan mobil siaga di Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, mendapat sorotan dari pengamat hukum.
Banyak pihak menilai, tuntutan ringan tersebut tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi serta tidak memberikan efek jera bagi para pelaku.
Dosen Hukum Tata Negara dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), Muhammad Roqib, menyayangkan tuntutan ringan tersebut, terutama terhadap terdakwa yang menjabat sebagai Kepala Desa di Kecamatan Sumberrejo, Bojonegoro.
"Memang menjadi hak JPU untuk mempertimbangkan fakta-fakta persidangan, termasuk pengembalian kerugian negara. Namun, menurut saya tuntutan satu tahun enam bulan terlalu ringan, apalagi mengingat posisi terdakwa sebagai kepala desa yang seharusnya menjadi panutan masyarakat," ujar Roqib, sabtu (10/5/2025).
Roqib, yang juga merupakan putra daerah Bojonegoro, menambahkan bahwa hukuman ringan ini tidak memberikan efek jera bagi pelaku korupsi, khususnya pejabat publik.
"Meski kerugian negara sudah dikembalikan, esensi hukuman adalah untuk memberikan efek jera," tambahnya.
Roqib juga menyoroti tuntutan Jaksa terhadap para terdakwa yang terkesan kontraproduktif dengan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah yang gencar menindak pelaku rasuah.
"Negara sedang gencar memerangi korupsi, tapi ketika tuntutan hukum hanya 1 tahun 6 bulan, bahkan belum dipotong masa tahanan, ini justru kontraproduktif," tutupnya.
Kelima terdakwa kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan Mobil Siaga Desa di Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur mendapatkan tuntutan hukuman ringan dari Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bojonegoro.
Dalam perkara ini para terdakwa mendapatkan tuntutan yang berbeda. Empat terdakwa, yakni Syafa’atul Hidayah, Indra Kusbianto, Ivonne, dan Anam Warsito, masing-masing dituntut hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara. Sementara Heny Sri Setyaningrum dituntut hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.
Selain hukuman penjara, kelima terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp 50 juta. Apabila tidak dibayar, denda tersebut harus diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bojonegoro Tarjono menjerat kelima terdakwa dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP. Pasal tersebut memuat ancaman pidana minimal satu tahun penjara dan denda minimal Rp 50 juta.
Dakwaan ini jauh lebih ringan dari pada tuntutan sebelumnya, para terdakwa sempat dijerat pasal 2, 3, 5, dan 11 UU Tipikor, yang mengandung ancaman maksimal hingga 20 tahun penjara atau pidana seumur hidup.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Bojonegoro, Aditia Sulaiman, menjelaskan bahwa tuntutan yang diajukan memang lebih ringan dari pada tuntutan di awal.
Menurutnya, hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa para terdakwa telah menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan kerugian negara.
"Hal-hal yang menjadi pertimbangan, kerugian negara akibat kasus korupsi ini sudah dikembalikan. Para terdakwa juga berkomitmen melunasi kekurangan kerugian negara yang masih menjadi tanggung jawab sejumlah kepala desa penerima bantuan mobil siaga," ujar Aditia