Menag Nasaruddin Umar: Kepribadian Ganda Umat Beragama Tantangan Serius di Era Modern
Acos Abdul Qodir May 11, 2025 07:31 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena kepribadian ganda atau split personality di kalangan umat beragama menjadi perhatian serius Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar. 

Ia menilai, umat kerap tampil berbeda antara kehidupan sehari-hari yang pragmatis dengan kehidupan spiritual yang masih cenderung tradisional, dan hal ini menjadi tantangan nyata di era modern yang serba rasional.

Pernyataan itu disampaikan Nasaruddin saat membuka Musyawarah Nasional III Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesparani Katolik (Munas III LP3K) di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Sabtu (10/5/2025) malam.

"Dalam urusan keduniaan, kita sangat liberal, sangat sekuler, sangat bebas, sangat kuantitatif, sangat induktif. Tapi dalam dunia keagamaan, masuk ke dalam gereja, rumah ibadah, kita menjadi sangat saleh tapi kita juga berada pada suasana masa lampau," ujarnya.

Menurut Nasaruddin, ketidakseimbangan antara sikap religius dan perilaku duniawi itu memicu konflik internal di banyak individu beragama. Dunia modern yang menuntut efisiensi, logika, dan kecepatan sering kali berbenturan dengan cara hidup beragama yang stagnan dan terikat oleh pola lama.

“Lingkungan kita sangat berorientasi ke masa depan, tapi lingkungan keagamaan kita seolah-olah kita diajak untuk hidup ke belakang di masa pencerahan,” jelasnya.

Ia menekankan pentingnya menyatukan dua sisi kehidupan tersebut agar umat tak terjebak dalam dualisme identitas spiritual dan sosial. Baginya, agama seharusnya tak hanya hadir di tempat ibadah, tapi juga membentuk sikap dan perilaku umat dalam keseharian.

"Kita ingin menyatukan ini semua, supaya jangan terjadi split personality, kepribadian ganda di kalangan umat kita," tegas Nasaruddin.

Di tengah arus globalisasi dan era post-truth, lanjutnya, umat beragama dituntut untuk mengintegrasikan nilai-nilai keimanan dalam praktik hidup yang nyata. Nasaruddin menyoroti fakta bahwa banyak orang hanya menghayati agamanya selama beberapa menit di rumah ibadah, sementara di luar itu nilai-nilainya cenderung hilang.

“Dalam urusan keagamaan, seperti kita akan hidup di masa lampau atau menerobos untuk alam akhir, tetapi dalam dunia kehidupan sehari-hari kita begitu pragmatisnya, kehidupan ini begitu rasionalnya, sehingga kehidupan doktrinal kita itu kadang-kadang terpojokkan di gereja, di masjid, di rumah-rumah ibadah saja hanya berapa menit, hanya berapa jam,” pungkasnya.

Dengan menyoroti isu kepribadian ganda umat beragama dan pentingnya harmoni antara spiritualitas dan realitas hidup, pernyataan Menag Nasaruddin menjadi catatan penting dalam membangun masyarakat religius yang autentik di era modern.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.