TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah menggenjot investasi di berbagai sektor, termasuk merawat dan mendorong industri dalam negeri terus tumbuh berkembang walau dalam situasi ekonomi global yang terus bergejolak.
Namun sangat disayangkan di dalam pemerintahnya sendiri, baik kementerian dan lembaga terutama di level pelaksana lapangan belum satu irama.
Hal ini tercermin dengan masih sulitnnya mendapatkan pasokan gas yang memadai untuk industri didalam negeri.
Beberapa pelaku bidang industri pengguna gas yang tergabung dalam Kadin bidang perindustrian sudah mengeluh terkait bagaimana sulitnya mendapatkan pasokan alokasi gas untuk industri.
Padahal pabriknya berada di pusat-pusat industri itu berada seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur bagaimana dengan yang diluar pulau jawa.
Wakil Ketua Umum Kadin Perindustrian Saleh Husin melihat, ditataran implementasi di lapangan mereka masih belum rela harga gas untuk industri ditentukan dengan harga yang dipatok pemerintah pusat, sehingga suplainya dengan berbagai cara dipersulit dengan berbagai alasan.
"Jadi ego sektoralnya masih sangat kuat dan mereka tidak berpikir dampaknya secara nasional hanya berpikir sektornya saja," ujarnya di Jakarta, Sabtu (10/5/2025).
Untuk itu ia sangat berharap Presiden Prabowa sesekali sidak ke industri-industri pengguna gas secara diam-diam, sehingga dapat mengetahui secara langsung apa yang sebenarnya terjadi.
Karena selama hal ini dibiarkan berlarut-larut maka jangan berharap capaian ekonomi tumbuh 8 persen.
"Hal ini sudah bisa kita lihat bersama sebagaimana yang telah dirilis oleh Biro Pusat Statistik kemarin dimana pertumbuhan ekonomi quartal 1 2025 hanya tumbuh 4,87 persen," sambungnya.
"Saya kasihan melihat Bapak Presiden Prabowo yang begitu berapi-api ingin Indonesia maju. Tapi sayang tidak didukung oleh para pengambil keputusan dilapangan dalam hal suplai alokasi gas untuk industri (AGIT) yang tidak seirama dengan Bapak Presiden Prabowo," ujar mantan Ketua MWA UI Saleh Husin.