TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus mendorong proses ekstradisi terhadap buronan kasus korupsi proyek e-KTP, Paulus Tannos, yang saat ini diketahui berada di Singapura.
Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, menyatakan seluruh dokumen pendukung untuk ekstradisi telah lengkap dan diserahkan ke Menteri Luar Negeri.
“Paulus Tannos tinggal menunggu sidang. Semua dokumennya sudah lengkap kami serahkan kepada Menteri Luar Negeri,” ujar Supratman kepada wartawan, Rabu (14/5/2025).
Ia menjelaskan, pihak Kementerian Luar Negeri RI telah menyampaikan permintaan resmi kepada otoritas Singapura.
Pemerintah RI, lanjut Supratman, berharap Paulus Tannos dapat kooperatif dan pulang ke Indonesia secara sukarela.
“Kami berharap mudah-mudahan yang bersangkutan mau secara sukarela untuk pulang menghadapi tuntutan hukum di sini,” kata Supratman.
Paulus Tannos merupakan salah satu tersangka dalam kasus megakorupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) yang merugikan negara lebih dari Rp2,3 triliun.
Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2019. Paulus Tannos kemudian menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021.
Paulus Tannos adalah direktur utama PT Sandipala Arthaputra, salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium pelaksana proyek e-KTP.
Dalam pengejaran KPK, Paulus Tannos ternyata sempat berganti nama menjadi Thian Po Tjhin dan berganti kewarganegaraan untuk mengelabui penyidik. Tannos tercatat memiliki paspor Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.
Pelarian dari Paulus Tannos pun berakhir di awal tahun ini. Tannos ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), bersama otoritas keamanan Singapura pada 17 Januari 2025.
Pria kelahiran Jakarta, 8 Juli 1954 itu diduga kuat berperan dalam pengaturan anggaran serta pengondisian pemenang tender proyek tersebut, bekerja sama dengan sejumlah pihak lainnya.