TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Sengketa lahan di SD 2 Sambangan, Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, ditindaklanjuti dengan mediasi antara Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng dengan pengklaim lahan. Dari mediasi tersebut akhirnya disepakati kasus sengketa lahan ini berlanjut ke jalur hukum.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Disdikpora Buleleng, Putu Ariadi Pribadi mengungkapkan, mediasi yang dilakukan ini sesuai hasil berita acara dari Badan Pertanahan Negara (BPN) pada 15 April. Yang mana dibutuhkan waktu selama 30 hari, untuk menyampaikan hasil mediasi.
"Hasil mediasi hari ini kita sepakat proses ini ditempuh melalui jalur hukum. Nanti kita buatkan surat dan kita sampaikan ke BPN," jelasnya saat ditemui usai mediasi, Rabu (14/5/2025).
Kendati akan menempuh jalur hukum, pada mediasi tersebut Ariadi juga meminta agar pengklaim lahan bertindak profesional. Artinya proses belajar mengajar di sekolah bisa tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Ariadi mengungkapkan, secara catatan aset, lahan SD 2 Sambangan sudah tercatat sebagai aset sejak pembangunan SD Inpres tahun 60an. Dan hingga kini sudah ada 40 angkatan yang lulus dari sekolah tersebut.
Dikatakan pula, pada mediasi tersebut pengklaim lahan sempat mengungkapkan ihwal ganti rugi. Namun menurut Ariadi, Pemda hanya bisa membayar ganti rugi apabila ada bukti hak milik, dalam hal ini berupa sertifikat.
"Harapannya demikian (minta ganti rugi). Tapi Pemda bisa membayar ganti rugi apabila ada bukti hak milik dalam hal ini sertifikat. Kalau tidak ada sertifikat ya tidak bisa," katanya.
Pun apabila pengklaim bisa menunjukkan sertifikat, Ariadi mengatakan ganti rugi yang dibayarkan tidak bisa sesuai dengan permintaan pengklaim lahan.
Besaran ganti rugi, imbuhnya, hanya bisa dibayarkan sesuai dengan appraisal (nilai perkiraan). "Berapa keputusan appraisal, ya itu yang kita pedomani untuk membayar," ucapnya.
Ariadi menambahkan, pihak pengklaim lahan tidak bisa menunjukkan pipil atau dokumen kepemilikan lahan. Sebaliknya pengklaim lahan hanya mampu menunjukkan bukti pembayaran pajak. Itupun tahun 1973. "Bukti pembayaran pajak kan bukan bukti kepemilikan hak tanah," tegasnya.
Selain itu juga ada spanduk bertuliskan 'TANAH HAK MILIK PANURAI KOHIR/F/PIPIL NO 39' yang di pasang tepat di pintu masuk sekolah. (mer)