TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN - PT Polly Kartika Sejahtera (PKS) mengaku bila pihaknya dihalangi memasuki areal perkebunan sawit yang mereka kelola bersama Pusat Koperasi Kartika (Puskopkar) A Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan di Kecamatan Percut Seituan.
Kuasa hukum PT PKS, Leo L Napitupulu menyampaikan, sejak September 2020, pihaknya tidak lagi mengelola perkebunan sawit usai Puskopkar memutus kerjasama secara sepihak.
Bahkan sebut dia, sejak saat itu ada anggota TNI yang dilibatkan menjaga perkebunan dan menghalangi pihaknya memasuki areal perkebunan.
"Kami sebagai pihak pelapor mencoba ketemu pun gak bisa karena setiap ketemu pihak kita dimarahi dan setelah itu kita gak diijinkan lagi ke kantor Puskopkar, bahkan baru sampai pos depan saja kita sudah diusir," kata Leo usai mengikuti sidang di Pengadilan Militer, Rabu (14/5/2025).
Loe menyatakan, kerjasama antara PT PKS dan Puskopkar dalam mengelola kebun sawit seluas 714 hektare di Percut Seituan sudah berlangsung sejak tahun 1993.
Namun tiba tiba, Puskopkar memutuskan kerjasama pada tahun 2020 saat Igit terpilih sebagai ketua.
Saat itu PT PKS dilarang untuk memasuki areal perkebunan.
Karena itu, kemudian PT PKS melaporkan mantan ketua Puskopkar, Kolonel Igit Donolego atas perkara penggelapan lantaran memutus kerjasama dan tidak menepati kesepakatan tentang bagi hasil.
"Sama seperti yang disampaikan oleh para saksi tadi, bagaimana soal pengelolaan lahan sawit yang luasnya 714 hektare oleh Puskopkar dan PT PKS. Kita yakin majelis hakim sudah punya pertimbangan kesalahan yang dilakukan terdakwa," lanjut Leo.
Pada sidang di Pengadilan Tinggi Militer I Medan dengan terdakwa Purnawirawan Kolonel Igit Donolego yang merupakan mantan ketua Pusat Koperasi Kartika (Puskopkar) A Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan, Rabu (14/5/2025) beragendakan mendengarkan keterangan saksi.
Ada pun 6 saksi tidak hadir, namun memberikan keterangan tertulis yang dibacakan Oditur.
Antara lain saksi adalah Lindawati bagian keuangan PT PKS, Rudi selaku konsultan,
Ranto Simamora selalu manager PT SCMS yang menerima hasil sawit Puskopkar. Kemudian Adiputra Wibowo dan Aspin Tanadi selaku kuasa hukum PT SCMS dan Nurhalima karyawan Keuangan.
Usai mendengarkan keterangan saksi, Ketua Majelis Hakim Kolonel Farma Nihayatul Aliyah menunda persidangan.
Ada pun sidang beragendakan tuntutan akan hingga dibacakan Jumat 16 Maret 2025. Leo berharap, dalam kasus ini Oditur menetapkan Igit bersalah.
"Ya kita yakin dan berharap agar Oditur nantinya pada tuntutannya pada Jumat menyatakan Igit bersalah dengan pertimbangan yang ada," ujarnya.
Dalam kasus ini, Igit didakwa melakukan penggelapan. Kasus itu dilaporkan oleh Santo Sumono.
Awalnya, Puskopkar bersama Santo Sumono mendirikan perusahaan PT PKS sejak 1993 yang hingga tahun 2020 mengelola perkebunan sawit seluas 714 hektare.
Dalam rentan waktu 2015 hingga 2020 perusahaan tidak lagi mendapatkan deviden karena penurunan jumlah panen sawit.
Puskopkar dan Santo kemudian menggelar rapat bersama sebagai pemilik saham.
Saat itu disepakati perjanjian pembagian aset antara Puskopkar dan Santo dengan total aset Rp 46 milliar, dengan bagian kepada Santo Sumono sebagai pemilik saham sebesar Rp 20 milliar.
Ada pun pembagian aset perkebunan dilakukan usai Puskopkar membatalkan kerjasama secara sepihak dengan PT PKS sejak 2020.
Harusnya pembagian aset direalisasikan sejak 20 Februari 2020 hingga Juni 2020.
Namun kesepakatan itu tak pernah dijalankan.
Terdakwa, sebagai Ketua Umum Puskopkar “A” Bukit Barisan, secara sepihak mengambil alih pengelolaan kebun kelapa sawit milik bersama PT Poly Kartika Sejahtera.
Terdakwa diduga merugikan saksi korban Santo Sumono sebesar Rp 20,35 miliar.
Nilai itu sebagai kompensasi pengakhiran kerjasama dan menggelapkan hasil penjualan kelapa sawit senilai Rp 11,25 miliar.
(cr17/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News