Bisa Sebabkan Penyakit Kronis, Mengapa Diselingkuhi Itu Menyakitkan?
Mia Della Vita May 14, 2025 10:34 PM

Grid.ID- Diselingkuhi bukan sekadar dikhianati dalam hubungan, tetapi juga kehilangan hak, harga diri, hingga kesehatan. Lalu, mengapa diselingkuhi itu menyakitkan begitu dalam dan lama membekas?

Rasa sakitnya kerap datang tiba-tiba, menusuk tanpa ampun, dan meninggalkan luka yang sulit dijelaskan dengan logika. Bagi banyak orang, perselingkuhan bukan hanya akhir dari kepercayaan, tapi juga awal dari krisis identitas dan kesehatan mental yang serius.

Dalam proses penyembuhan, mereka berusaha berdamai dengan diri sendiri. Namun, di tengah perjuangan itu, pertanyaan mengapa selingkuh itu menyakitkan kerap muncul dan menghantui.

Selingkuh bukan sekadar soal seks atau hubungan fisik semata, tetapi tentang pelanggaran hak, pengkhianatan kepercayaan, dan tergantinya peran seseorang yang seharusnya eksklusif dalam hubungan. Terutama ketika perselingkuhan dilakukan secara sengaja, berulang kali, dan mencakup aktivitas romantis non-seksual seperti makan malam berdua, menonton film, atau mengobrol sepanjang malam, rasa sakitnya akan terasa berkali-kali lipat.

Dalam hubungan monogami, seseorang punya hak istimewa untuk menjadi satu-satunya penerima kasih sayang, perhatian, dan keintiman dari pasangannya. Ia berhakuntuk berbagi momen tertentu dengan pasangan, seperti makan malam romantis, pesan-pesan intim, dan hubungan fisik.

Ketika hak itu dilanggar, rasanya seperti melihat rumah atau barang pribadimu dirusak. Bisa juga dibandingkan dengan kecewa dan kehilangan saat seseorang mencuri barang berharga dari rumahmu.

Selain itu, kamu merasa posisi dan nilai dirimu dalam hubungan menurun. Kamu digantikan oleh orang lain, dan perasaan itu menyakitkan. Rasa kehilangan dan tersingkir inilah yang membuat pertanyaan mengapa selingkuh itu menyakitkan menjadi lebih rumit untuk dijawab.

Sebagaimana dikutip dari Psychology Today, selingkuh juga memicu penurunan harga diri yang drastis. Korban merasa tak cukup baik, tak layak dicintai, bahkan merasa tak layak untuk terus hidup. Rasa malu, rasa tidak cukup, dan citra diri yang hancur menghalangi banyak orang untuk pulih atau membuka diri untuk hubungan baru.

Lebih menyedihkan lagi, luka ini tak berhenti di ranah psikologis. Studi terbaru dari data MIDUS di Amerika Serikat menunjukkan bahwa orang yang mengalami pengkhianatan dalam hubungan berisiko lebih tinggi mengalami penyakit kronis, bahkan setelah dikontrol dari faktor ekonomi dan gender.

Mengutip WebMD, Rabu (14/5/2025), gangguan yang dimaksud termasuk penyakit autoimun, gangguan hormonal, hingga gangguan kardiovaskular yang semuanya dipicu oleh stres berkepanjangan. Bahkan, efek fisik bisa berlangsung selama bertahun-tahun seperti dalam kasus seorang wanita yang terus harus minum obat pengencer darah setelah bertahun-tahun dikhianati.

Stres akibat selingkuh menimbulkan tekanan emosional yang luar biasa, dan bahkan dukungan sosial dari teman dan keluarga tak selalu mampu mengurangi dampak tersebut, karena rasa malu sering kali membuat korban enggan bercerita. Reaksi orang sekitar yang menyalahkan atau mendorong untuk segera berpisah justru menambah tekanan mental korban.

Meski begitu, studi menyebut bahwa efek kesehatan dari selingkuh tidak sepenuhnya menghancurkan dan masih bisa dipulihkan. Yang dibutuhkan adalah dukungan penuh empati dan penanganan psikologis yang tepat.

Sebab luka akibat selingkuh bukan luka biasa—ia adalah trauma yang melibatkan aspek emosional, sosial, bahkan biologis. Oleh karena itu, memahami mengapa diselingkuhi itu menyakitkan sangat penting bukan hanya untuk korban, tapi juga bagi siapa pun yang ingin menjaga integritas dan kesetiaan dalam sebuah hubungan.

Selingkuh adalah pelanggaran mendalam yang merusak fondasi hubungan di antaranya kepercayaan, eksklusivitas, dan penghargaan atas hak pasangan. Bagi banyak orang, luka itu bukan hanya soal dikhianati, tapi tentang merasa hilang, diganti, dan dilukai di tempat terdalam dalam jiwa.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.