Laporan Wartawan TribunSolo.com, Anang Ma'ruf
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terdakwa Ikhsan Nur Rasyidin (32) atas Kasus pemalsuan administrasi dengan hukuman 3 tahun penjara potong masa penahanan penangkapan.
Tuntutan tersebut disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum di depan majelis hakim dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo.
Namun, tuntutan tersebut menuai ketidakpuasan oleh korban.
Korban EAP mengaku dirinya kecewa dengan tuntutan JPU terhadap terdakwa.
"Hukuman penjara tiga tahun dengan potongan masa tahanan selama ini sangat kurang buat saya sebagai korban. Seperti kurang adil," terang EAP, Kamis (15/5/2025).
Ia mengatakan terdakwa Ikhsan seharusnya menerima hukuman penjara maksimal sesuai dengan pasal yang sudah ditetapkan 263 ayat satu dengan maksimal enam tahun penjara.
"Saya masih berharap dengan keputusan majelis hakim yang mulia agar hukuman tersebut tetap maksimal karena kerugian yang saya derita tidak sebanding dengan tuntutan JPU," tandasnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Choirul Saleh mengatakan, tuntutan tersebut sudah sesuai dengan pasal 263 ayat satu KUHP, membuat palsu atau memalsukan surat yang menimbulkan kerugian.
"Tadi tuntutan pidananya itu pidana penjara selama tiga tahun potong masa penahanan penangkapan yang sudah berjalan," kata Choirul.
Sementara, Choirul juga menjelaskan Pasal 263 tersebut maksimal 6 tahun penjara.
"Alasannya, tentunya ada hal-hal meringankan atau memberatkan dari terdakwa, yang memberatkan kan jelas ada kerugian yang dialami oleh korban. Kemudian viral, masuk kategori meresahkan masyarakat. Kalau hal-hal yang meringankan itu tentunya belum pernah di hukum, mengakui terus terang perbuatannya," paparnya.
Dalam proses persidangan, terdakwa mengakui bahwa semua surat dokumen palsu tersebut dibuat oleh dirinya sendiri.
"Jadi murni kekuatannya pengakuan dari terdakwa sendiri soal membuatnya. Kecuali ketika dihubungkan dengan saksi korban, Dukcapil, atau KUA baru ada petunjuk," jelasnya.
(*)