TRIBUNNEWS.COM – Menurut Kementerian Kesehatan RI, batas konsumsi gula yang disarankan bagi setiap orang adalah 10 persen dari total energi harian (200 kkal), atau setara 50 gram atau 4 sendok makan per hari.
Kelebihan konsumsi gula akan disimpan tubuh sebagai cadangan kalori.
Jika tidak digunakan, cadangan ini akan menumpuk menjadi lemak, yang dapat memicu berbagai masalah kesehatan.
Mengurangi asupan gula secara signifikan merupakan langkah cerdas bagi siapa pun, tanpa memandang usia dan kondisi kesehatan.
Namun, ini tidak berarti harus menghentikan semua jenis gula.
Gula alami yang ditemukan dalam buah, beberapa produk susu, dan sayuran tertentu mengandung nutrisi penting seperti serat, vitamin, dan mineral.
Gula alami tidak berkaitan dengan risiko penyakit serius seperti jantung, diabetes tipe 2, dan gangguan kognitif.
Sebaliknya, gula tambahan, yakni gula yang ditambahkan selama proses produksi atau pengolahan makanan, adalah yang sebaiknya dihindari.
Gula tambahan hanya menyumbang kalori tanpa memberi manfaat nutrisi, sehingga tidak dibutuhkan tubuh dan justru berbahaya jika dikonsumsi berlebihan.
Lantas, apa yang terjadi jika kita mengurangi atau berhenti mengonsumsi gula tambahan? Ternyata efeknya jauh lebih luas dari sekadar menurunnya berat badan dan kadar gula darah.
Mengutip eatingwell.com, berikut 10 perubahan yang akan terjadi pada tubuhmu saat berhenti mengonsumsi gula:
Mengonsumsi makanan yang sama tanpa tambahan gula berarti asupan kalori total akan berkurang, yang membantu menurunkan berat badan dan mempertahankannya.
Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gula tambahan secara berlebihan berkontribusi pada kelebihan berat badan dan obesitas.
Mengganti makanan manis dengan versi rendah atau tanpa gula tambahan, seperti minuman, sereal sarapan, dan yogurt, dapat menghemat ratusan kalori tanpa mengurangi porsi makan.
Konsumsi gula, terutama dari minuman manis, dikaitkan dengan meningkatnya risiko diabetes tipe 2.
Mengutip laman Kemkes.go.id, data dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan sebanyak 47,5 persen warga Indonesia berusia 3 tahun ke atas, mengkonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali dalam sehari.
Kemudian 43,3 persen lainnya mengkonsumsinya 1-6 kali dalam satu minggu.
Kalori berlebih dari gula tambahan memicu kenaikan berat badan
Berat badan berlebih kerap disertai dengan masalah kontrol gula darah dan penurunan sensitivitas insulin, dua faktor utama penyebab diabetes tipe 2.
Mengurangi gula tambahan membantu mengontrol berat badan dan menjaga kadar gula darah tetap stabil.
Mengurangi gula tambahan dan menjaga kadar glukosa darah dapat memperlambat proses penuaan kulit.
Pola makan tinggi gula dapat memicu produksi AGE (advanced glycation end-products), yang mempercepat penuaan kulit.
Mengurangi gula dapat memperlambat efek tersebut, apalagi jika disertai konsumsi buah dan sayuran yang kaya antioksidan.
Peradangan kronis dikaitkan dengan berbagai penyakit gaya hidup dan penuaan, seperti radang sendi, gangguan pencernaan, dan sindrom metabolik.
Penelitian terhadap lebih dari 5.000 orang dewasa menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis meningkatkan kadar protein C-reaktif, penanda utama peradangan.
Gula tambahan memperburuk peradangan, sehingga menguranginya dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Konsumsi makanan dan minuman manis merangsang pelepasan dopamin, yang memicu pusat penghargaan di otak, mirip efek zat adiktif.
Ketika berhenti makan gula, Anda mungkin mengalami gejala seperti sakit kepala, kecemasan, dan keinginan makan manis yang tinggi.
Namun dalam beberapa hari, keinginan tersebut akan berkurang secara signifikan.
Untuk meminimalkan efek ini, kurangi gula secara bertahap, bukan langsung.
Kesehatan mental juga membaik ketika asupan gula berkurang.
Asupan gula tambahan yang tinggi dikaitkan dengan meningkatnya risiko depresi, kecemasan, dan gangguan kognitif.
Ini diduga berasal dari peradangan otak akibat tingginya indeks glikemik.
Penelitian juga menunjukkan hubungan antara konsumsi gula berlebih dengan penurunan daya ingat pada lansia.
Leptin, hormon pengatur nafsu makan, memberi sinyal ke otak kapan harus makan dan berhenti.
Namun pada individu obesitas atau dengan resistensi insulin, sinyal ini terganggu.
Dengan mengurangi gula tambahan, sensitivitas terhadap leptin dapat meningkat kembali, sehingga rasa kenyang lebih mudah dirasakan.
Gula memang memberi ledakan energi singkat, namun diikuti penurunan drastis yang menyebabkan rasa lelah dan lesu.
Mengganti gula dengan karbohidrat kompleks dan buah kaya serat akan memberikan energi yang lebih stabil dan tahan lama.
Selain itu, konsumsi gula berlebih dikaitkan dengan kualitas tidur yang buruk.
Dengan mengurangi gula, kualitas tidur bisa meningkat, dan energi di siang hari pun membaik.
Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gula tambahan tinggi meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Pola makan tinggi gula dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, peradangan, serta peningkatan lemak darah dari hati, semua faktor pemicu penyakit kardiovaskular.
Gula memberi makan bakteri di mulut, yang memproduksi asam perusak email gigi dan menyebabkan gigi berlubang.
Gula alami seperti pada buah tidak memiliki efek ini, sementara gula tambahan merupakan penyebab utama kerusakan gigi.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)