TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan pandangan yang mendalam mengenai peran kopi dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam perhelatan World of Coffee Jakarta 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), ia menegaskan bahwa kopi bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan bagian dari denyut kehidupan dan identitas bangsa.
“Kopi bukan hanya komoditas, tapi bagian dari denyut kehidupan masyarakat kita. Di setiap sudut negeri, dari pegunungan Gayo hingga lereng Toraja, kopi menjadi simbol kerja keras, warisan budaya, dan kebanggaan bangsa,” ujar Zulkifli belum lama ini.
Pernyataan tersebut bukan tanpa dasar. Indonesia saat ini menempati posisi keempat sebagai negara produsen kopi terbesar dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.
Namun Zulkifli menekankan bahwa potensi Indonesia masih jauh dari maksimal. Dengan iklim yang mendukung, tren harga global yang sedang tinggi, dan pasar kopi yang semakin meluas, Indonesia berpeluang besar untuk meningkatkan daya saing.
“Sekarang ini harganya lagi bagus-bagusnya. Ini harus dimanfaatkan untuk mendorong produktivitas kopi dalam negeri agar lebih tinggi,” lanjutnya.
Namun demikian, Zulkifli juga mengingatkan agar peningkatan produksi tidak mengorbankan kualitas.
Ia mendorong para petani kopi, pelaku UMKM, hingga eksportir untuk mulai menanamkan kesadaran pentingnya bibit unggul, teknik pascapanen yang tepat, hingga pengemasan yang menarik dan sesuai standar internasional.
“Jangan hanya kejar kuantitas, kualitas juga harus naik. Kita punya cita rasa kopi yang khas dan kaya, tinggal bagaimana kita mengolahnya dengan baik,” tegasnya.
Menurut Zulkifli, jika dikelola secara serius dan menyeluruh, industri kopi bisa menjadi salah satu pilar ekonomi berkelanjutan di masa depan, sekaligus sarana diplomasi budaya Indonesia ke dunia.
Mikael Jasin: Saatnya Indonesia Tidak Hanya Ekspor Biji, Tapi Cerita
Dalam kesempatan yang sama, juara World Barista Champion 2024, Mikael Jasin, turut berbicara mengenai posisi Indonesia di mata industri kopi global.
Ia mengakui bahwa selama ini Indonesia dikenal sebagai pemasok utama biji kopi mentah, namun peran tersebut dinilai masih bersifat pasif.
“Selama ini Indonesia berperan besar dalam rantai pasok kopi dunia, tapi kini saatnya kita memengaruhi bagaimana dunia menikmati kopi,” ujarnya.
Sebagai pendiri Omakafé, Mikael menekankan bahwa kopi bukan hanya soal rasa atau asal-usul geografis.
Kopi adalah ekosistem budaya yang mencerminkan nilai, keberlanjutan, dan identitas.
Maka dari itu, visinya adalah membawa kopi Indonesia ke panggung dunia tidak sekadar sebagai produk, melainkan sebagai pengalaman otentik.
“Kami tidak ingin meniru. Kami ingin menginterpretasikan ulang kisah kopi Indonesia dan menyampaikannya melalui pengalaman yang mendalam dan terkurasi,” jelas Mikael.
Omakafé berencana ekspansi ke kota-kota budaya seperti Tokyo, Melbourne, dan Copenhagen, bukan hanya untuk membuka gerai, tetapi menjadi duta budaya kopi Indonesia yang memperkenalkan kekayaan cita rasa dan filosofi dari kebun kopi Nusantara.
Kopi sebagai Simbol Peradaban
Dalam forum internasional tersebut, terlihat jelas bahwa kopi telah melampaui fungsinya sebagai minuman.
Ia menjelma menjadi medium perjumpaan, diplomasi, identitas, dan bahkan harapan masa depan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
"Dari tangan petani di dataran tinggi Nusantara hingga meja barista di kafe urban dunia, kopi Indonesia membawa cerita yang khas dan layak diperjuangkan bersama," kata Mikael. (Eko Sutriyanto)