TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementerian Hukum RI (Kemenkum) Razilu menegaskan, pihaknya akan concern dalam pemberian hak cipta terhadap karya seni, baik itu musik, lagu, hingga gambar.
Kata Razilu, karya seni tidak akan diberikan perlindungan hak cipta jika dalam pembuatan karyanya tidak melibatkan peran manusia.
Pernyataan itu disampaikan Razilu merespons soal kian maraknya hasil karya seni yang lahir dari penggunaan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
"Untuk karya yang dihasilkan oleh kecerdasan imitasi atau kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence murni yang tidak ada intervensi dari manusia, itu pasti tidak akan diberikan hak cipta," kata Razilu saat jumpa media di The Habibie and Ainun Library, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).
Hanya saja kata dia, ketentuan itu baru akan dituangkan dalam Revisi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Kata dia, hingga kini Indonesia belum memiliki pembaruan UU yang memiliki fokus dalam pemberian perlindungan Hak Cipta khususnya pada produk hasil AI.
"Itu adalah komitmen kita yang akan diatur di Undang-Undang, sebagaimana juga yang diatur di banyak negara," ucap dia.
Dengan adanya aturan tersebut ke depan, maka yang ingin ditegaskan oleh Razilu yakni dengan tidak menghilangkan peran manusia dalam menciptakan sebuah karya.
Menurut dia, berkembangnya teknologi seperti AI saat ini sejatinya hanyalah digunakan sebagai tools atau alat bantu, bukan sebagai pencipta.
"Jadi tetap subyek ini adalah, penciptanya adalah manusia, bukan dia. Ya, dia (AIl sebagai tools saja, sebagaimana juga, apa namanya, Sebagaimana program-program lainnya di dalam digital itu dijadikan sebagai tools untuk menghasilkan sesuatu," kata dia.
"Tapi kalau murni dari dia (AI), itu tidak mungkin (bisa dilindungi karyanya). Tapi kalau kemudian ada kontribusi dari manusianya, ada peran dari para manusia untuk menghasilkan sesuatu dengan memanfaatkan Artificial Intelligence, nah itu akan memberikan hak cipta," tutup Razilu.
Sebelumnya, Kementerian Hukum RI (Kemenkum) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan, bakal mendorong revisi Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Kata Direktur Jenderal (Dirjen) DJKI Razilu saat ini pihaknya masih menunggu DPR RI untuk menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) revisi UU tersebut.
Terlebih kata dia, saat ini beleid yang mengatur perihal hak cipta atas karya seluruh rakyat Indonesia itu pada periode DPR saat ini masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas dan menjadi inisiatif DPR.
"Jadi Undang-undang hak Cipta ini sudah masuk dalam prioritas nasional, prioritas legislasi nasional. Yang ini adalah ini yang sendiri dari inisiasi, dari inisiatif dari DPR," kata Razilu saat jumpa media di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).
Menurut Razilu, pemerintah dalam hal ini DJKI tinggal menunggu DIM yang diserahkan oleh DPR untuk nantinya dipelajari oleh pihaknya.
Setelahnya, Razilu memastikan kalau pemerintah pasti akan memberikan respons terhadap DIM untuk segera membahas Revisi UU Hak Cipta tersebut.
"Dan tinggal kita menunggu DIM dari DPR, kemudian nanti kita akan segera jawab itu DIM dan akan dilakukan pembahasan," ucap dia.
Razilu berpandangan, pembahasan hingga pengesahan RUU Hak Cipta itu perlu segera dilakukan.
Dirinya berharap kalau DPR RI bisa segera membahas agar bisa nantinya segera disahkan.
"Harapannya sih sebenarnya kita maunya secepat itu kadi. Ya, kan ini ditunggu juga oleh banyak orang. Jadi Undang-Undang hak cipta nomor 28 tahun 2014 itu sudah banyak hal yang memang belum diatur sesuai dengan perkembangan teknologi," ujarnya.
Dirinya juga berpandangan, UU Hak Cipta yang saat ini eksistensi di negara Indonesia sudah tidak relevan lagi.
Terlebih kata Razilu, perkembangan teknologi yang terjadi cukup pesat salah satunya kemunculan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan saat ini menjadikan banyak pihak yang memiliki persoalan dengan hak cipta.
Akan tetapi kata dia, segala persoalan tersebut belum ada payung hukumnya untuk bisa ditindaklanjuti.
"Tetapi sampai saat ini belum ada aturan itu, karena kita baru mau atur Undang-undang, tetapi bahwa UU 28 tahun 2014 itu adalah menjadi undang-undang untuk mengatur di era baru. Hak cipta di Indonesia di masa itu. Nah di masa ini sudah tidak relevan lagi. Nah itu makanya akan dilakukan revisi sebenarnya," ucap dia.