TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Wacana legalisasi kasino di Indonesia menuai pro kontra usai Anggota Komisi XI DPR RI Galih Kartasasmita mengusulkan model seperti Uni Emirat Arab (UEA) untuk menambah penerimaan negara.
Sejumlah ekonom dan pakar hukum meminta kajian yang menyeluruh terhadap dampak sosial, hukum, dan ekonomi dari kebijakan tersebut.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai bahwa legalisasi kasino memang dapat meningkatkan pendapatan negara.
Namun, ia mengingatkan bahwa efek lanjutan dari kebijakan ini perlu diantisipasi di baliknya.
"Kalau dilegalkan, negara bisa mendapatkan pemasukan dari PNBP. Tapi harus diwaspadai, bisa saja masyarakat berpenghasilan rendah tergiur mencoba peruntungan lewat kasino," kata Nailul kepada wartawan, Kamis (22/5/2025).
Dia juga menegaskan pentingnya pengawasan ketat agar legalisasi kasino tidak membuka celah bagi legalisasi judi online.
“Jangan sampai judi online yang selama ini kita lawan juga meminta pelegalan,” tambahnya.
Sebagai informasi, wacana legalisasi perjudian di Indonesia bukan hal baru.
Pada era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (1966–1977), kebijakan legalisasi lotre dan kasino pernah diterapkan secara terbatas untuk membiayai pembangunan infrastruktur ibu kota. Meski sempat menuai kontroversi, langkah tersebut dinilai berhasil dalam menghimpun dana publik untuk pembangunan jalan, rumah sakit, dan sekolah.
Adapun wacana legalisasi kasino kembali mencuat dalam rapat kerja Komisi XI DPR bersama Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan pada Kamis (8/5/2025).
Dalam forum itu, anggota DPR dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita, mengusulkan agar Indonesia meniru kebijakan Uni Emirat Arab (UEA) yang membuka kasino sebagai cara menambah sumber penerimaan negara.
Usulan legalisasi kasino yang muncul di DPR RI mendapat penolakan tegas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menilai rencana tersebut sebagai ancaman terhadap moral masyarakat dan kesejahteraan rakyat kecil.
Ia menegaskan bahwa perjudian tidak boleh dijadikan sumber pemasukan negara karena bertentangan dengan hukum dan nilai sosial.
“Jangan pernah berpikir untuk melegalkan judi di Indonesia dengan alasan menambah pendapatan negara,” tegas Cholil dalam keterangan tertulis, Selasa (13/5/2025).
Cholil juga menyebut bahwa membandingkan Indonesia dengan negara seperti Uni Emirat Arab yang melegalkan kasino tidak relevan karena perbedaan nilai budaya dan spiritual.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya menggali potensi sah lain seperti sumber daya alam untuk meningkatkan pendapatan negara.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan perlunya kajian mendalam terhadap wacana tersebut.
Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan bahwa kementeriannya tidak memiliki kewenangan dalam legalisasi kasino dan enggan memberikan pernyataan lebih lanjut.
“Wah itu perlu kajian ya,” ujar Alexander di kantor Komdigi, Jakarta, Kamis (15/5/2025).