Istri Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) yang juga Ketua Tim Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) NTT, Asti Laka Lena, meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT Zet Tadung Allo untuk menugaskan jaksa bersertifikasi dalam kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan mantan Kapolres Ngada Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terhadap tiga anak.
Asti meminta agar Kajati menugaskan jaksa penuntut umum (JPU) yang bersertifikasi khusus dalam penanganan kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Hal itu diungkapkannya saat RDP dan RDPU Komisi III DPR RI bersama Komisi XIII DPR RI, Mabes Polri, Kejaksaan Tinggi NTT, Kapolda NTT, dan Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada Kamis (22/5/2025).
"Mohon supaya nanti komposisi JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang menyidangkan perkara ini adalah jaksajaksa yang sudah tersertifikasi khusus penangananpenanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan berperspektif gender," kata Asti.
Menanggapi hal tersebut, Zet mengatakan akan menugaskan jaksa perempuan yang telah tersertifikasi khusus penanganan kasus perempuan dan anak.
"Jadi jaksa kami tempatkan, ada jaksa perempuan yang sudah tersertifikasi khusus perempuan dan anak," ungkap Zet.
Dalam rapat, Zet sebelumnya mengungkapkan bahwa dalam penuntutan pihaknya akan mengenakan pasal berlapis.
Beberapa pasal itu adalah pasal 81 ayat (1) tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak jo pasal 76E tentang larangan untuk melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindundang Anak.
Pasal tersebut, kata dia, juga dikumulatifkan dengan pasal tindak pidana ITE pasal 45 ayat (1) UU ITE tentang sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan jo pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang larangan dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
"Dikumulatifkan dengan tindak pidana ITE yaitu pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) yang diatur dalam UU nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," kata Zet.
Ia menjelaskan sejumlah hal yang menjadi acuan dalam prapenuntutan tersebut di antaranya adalah siapa pelakunya, siapa korbannya, akibat tindak pidananya, waktu dan tempat kejadian perkara, alat bukti yang ada, kerugian yang ditimbulkan, ada atau tidaknya penyertaan, pemberatan, pertanggung jawaban pidana, beberapa pedoman asas, serta yurisprudensi.
Dalam perkara tersebut, kata dia, terdapat tiga korban anak yang masingmasing berumur 5 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun.
Pertama, kata dia, umur 5 tahun dengan tempat kejadian di sebuah hotel dan waktu kejadian pada 11 Juni 2024.
Korban kedua, lanjutnya, berumur 16 tahun dengan tempat kejadian perkata di sebuah hotel, dengan waktu kejadian pada 15 Januari 2025.
Korban ketiga, lanjutnya, berumur 13 tahun, dengan tempat kejadian perkara di sebuah hotel dan waktu kejadian pada 25 Januari 2024.
"Tersangka satu (Fajar) telah dilakukan P21 (berkas perkara dinyatakan lengkap baik segi formil maupun materil oleh jaksa). Tinggal kami menunggu kapan tahap 2nya untuk kami sidangkan," kata Zet.
"Tersangka kedua masih dalam penyidikan. Kami belum menerima berkas perkara untuk kami teliti kembali apakah sudah lengkap atau tidak," pungkasnya.