TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA – Pengolahan sampah yang dilaksanakan Desa Punggul, Kecamatan Abiansemal, Badung, kini menjadi daya tarik desa-desa di Bali.
Hal itu karena Desa Punggul sudah berhasil mengolah sampahnya sendiri.
Dalam pengolahannya sampah juga bisa disulap menjadi cinderamata yang banyak diminati masyarakat.
Begitu juga sampah organic bisa digunakan menjadi pupuk yang diolah langsung di TPS 3R (Reduce-Reuse-Recycle) Desa Punggul.
Pengolahan sampah yang dilakukan tidak hanya di tingkat desa, namun di rumah tangga atau di setiap rumah warganya juga disediakan tong edan yang bisa digunakan untuk mengolah sampah rumah tangga.
Seperti halnya Form Perbekel Kecamatan Seririt, Singaraja, memilih Desa Punggul menjadi fokus dalam pengolahan sampah yang akan dilakukan di desa.
Kunjungan pun dilakukan pada Jumat 23 Mei 2025 siang, dengan mendengar pemaparan dari Kepala Desa Punggul dan langsung menuju TPS3R yang dimiliki Desa Punggul.
Study tiru pun dilaksanakan sebagai tindak lanjut Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2019 tentang pembatasan timbunan sampah plastik sekali pakai, begitu juga Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 tahun 2019 tentang pengolahan sampah berbasis sumber dan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2025 tentang gerakan Bali Bersih Sampah.
Ketua Forum Perbekel Kecamatan Seririt, Putu Ngurah Budi Utama yang ditemui di lokasi mengatakan, bahwa dari hasil peninjauan dan penjelasan yang dilakukan, pengolahan sampah dinilai sangat bagus.
Bahkan pihaknya berharap desa di Kecamatan Seririt bisa mengembangkan metode yang dilakukan.
“Pengolahan sampahnya sangat bagus sekali, TPS3R yang tidak berbau. Sehingga kami berharap bisa menyerap ilmu di Desa Punggul ini,” ujarnya.
Budi Utama yang juga merupakan Perbekel Desa Tangguwisia itu mengakui ada beberapa kendala yang dihadapi desa di Singaraja dalam melakukan pengolahan sampah. Salah satu kendala yakni masalah dana.
“Ada beberapa desa yang sudah memiliki lahan, namun karena dana belum ada sehingga belum bisa membangun TPS3R. Apalagi membeli alat pengolahan seperti di Desa Punggul ini,” ucapnya.
Untuk itu pihaknya sangat berharap, pemerintah kabupaten maupun Provinsi Bali bisa memberikan bantuan berupa Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk membangun dan membeli alat-alat pengolahan sampah di masing-masing desa.
“Kita di Singaraja sama sekali belum ada yang memiliki TPS3R, namun lahan sudah ada yang punya,” bebernya.
Dari hasil peninjauan, pihaknya mengaku yang paling menarik dalam pengolahan sampah di Desa Punggul yakni inovasinya.
Pasalnya sampah bisa diolah pengrajin hingga menjadi souvenir.
Sementara itu, Ketua Yayasan Budaya Bali Punggul sekaligus Kordinator TPS3R Desa Punggul, I Gusti Nyoman Jelantik menjelaskan, jika Desa Punggul mempunyai motto “Sampah Desa Tuntas di Desa".
Pengolahan sampah sendiri diselesaikan melalui beberapa program seperti Bank Sampah, TPS 3R (Reduce-Reuse-Recycle), dan Tong Edan.
Diakui permasalahan sampah di Desa Punggul berawal dari rumah tangga, sehingga penyelesaiannya pun harus diawali dari rumah tangga.
Untuk itu, setiap rumah diminta memilah sampah menjadi plastik dan non-plastik.
Selain itu, di setiap rumah tangga juga disediakan Tong Edan, di mana sisa atau limbah makanan dimasukkan ke dalam Tong Edan, kemudian disemprotkan dengan cairan liang setiap hari.
Ini dilakukan untuk mengurangi bau dan nantinya dapat digunakan sebagai pupuk cair dan kompos untuk tanaman di rumah.
“Jadi cairan ini kita berikan dari desa. Sehingga setiap rumah tangga bisa mengolah sampahnya sendiri. Namun untuk sampah residu bisa langsung kita olah di TPS3R,” bebernya.
Diakui semua sampah dari masyarakat baik plastik dan organik akan diproses tuntas hari itu juga di TPS 3R.
Proses pengolahan sampah kemudian menghasilkan produk ekonomi sirkular seperti souvenir, benda kerajinan, ukiran, dan lain sebagainya.
“Dalam pengolahan sampah ini, kita harus tau jenis sampah kita sendiri. Baru mencari mesin pengolahan sampah seperti pencacah, pemilah dan yang lainnya,” imbuhnya. (*)