Lima Tahun Jadi Guru Honor, Pengajar SMK Swasta di Wilayah Banjar Ini Belum Dapat Bosda
Edi Nugroho May 26, 2025 07:31 AM

 BANJARMASINPOST.CO.ID - Salidi, guru honorer di SMK swasta di Kabupaten Banjar, juga mengeluhkan pencairan hak.  

Dia yang mengabdi hampir lima tahun di sekolahnya pada tahun ini belum dapat honor dari  Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda).

"Saya sempat komplain ke kepala sekolah. Tapi ternyata honor saya telat dari disdiknya," cerita Salidi.

Dia mengutarakan honornya di kisaran Rp 1 Juta. Keterlambatan pembayaran terjadi sejak Januari. "Kalau sebulan terlambat masih wajar. Karena sampai Mei, saya sampai penasaran. Soalnya bagi kami itu adalah gaji utama," cerita Salidi. 

Sementara itu, honor guru tidak tetap (GTT) atau honorer Bosda untuk SMA dan SMK swasta di bawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan kembali menjadi keluhan. 

Hingga akhir Mei 2025, sejumlah guru belum menerima hak mereka untuk periode Januari hingga April.
                
Seorang guru honorer di sebuah SMK swasta di Banjarmasin, yang tidak mau disebutkan namanya, mengaku kerap menghadapi keterlambatan pencairan, khususnya di awal tahun anggaran. Ia mulai menjadi guru honorer sejak 2014 dan bergabung sebagai penerima Bosda sejak 2018.

“Kalau honor Bosda di awal tahun memang sering lambat. Tahun ini saja, gaji Januari baru cair pertengahan Maret. Itu pun alhamdulillah, karena ada tahun-tahun sebelumnya yang lebih lama lagi,” ujarnya kepada BPost, Jumat (23/5).

Tidak hanya keterlambatan, dia juga harus mencukupkan honornya untuk keperluan keluarga.

Honor untuk guru pendamping khusus sekitar Rp 1,3 juta dan untuk guru mata pelajaran sekitar Rp1,4 juta.

“Kalau cuma mengandalkan honor Bosda, tidak cukup. Jadi banyak guru yang kerja sampingan. Ada yang memberikan les anak-anak, ada yang berjualan camilan. Saya mengojek kalau pulangnya searah sama siswa. Kadang bantu keluarga berjualan saat Sabtu dan Minggu,” katanya.

Ia menjelaskan, keterlambatan pencairan honor biasanya terjadi karena faktor administrasi internal. Ada kalanya penandatanganan berkas telat atau petugas pengelola Bosda sedang ada kegiatan di luar.

“Kadang gajinya dirapel tiga bulan sekaligus. Tapi tetap saja, yang namanya kebutuhan hidup itu kan jalan terus,” ungkapnya.

Di tengah ketidakpastian, harapan baru sempat muncul melalui program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, prosesnya belum sepenuhnya memberi kejelasan bagi guru honorer lama.

“Informasi dari Menpan RB memang ada, tapi katanya harus masuk data BKN. Banyak dari kami yang sudah lama kerja tapi belum terdata. Ironisnya, justru bersaing sama guru yang baru. Rasanya berat, umur makin tua, tapi status kerja masih belum jelas,” ujarnya.

Dia berharap pemerintah provinsi bisa lebih sigap dalam mencairkan honor guru honorer sekolah swasta, khususnya mereka yang selama ini berdiri di garis depan pendidikan tanpa kepastian status.

“Kami ini juga guru. Kami juga mendidik anak bangsa. Bedanya cuma status kami swasta dan bukan ASN. Tapi semangat dan pengabdian kami sama,” pungkasnya. (sul/lis/rin)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.