BANJARMASINPOST.CO.ID - Geliat usaha anak muda tak hanya tertuju pada bisnis dengan produk kekinian, tetap juga mulai merambah kerajinan tradisional seperti pembuatan kain sasirangan. Di tangan anak muda, sasirangan lebih inovasi sehingga menghasilkan varian baru tanpa menghilangkan
Aturan pakem.Varian baru itu bahkan mengangkat nilai kain khas Banjar tersebut sehingga dapat meningkatkan perekonomian perajin.
Untuk diketahui, dalam bahasa Banjar, sasirangan berasal dari kata sirang atau manyirang yang artinya menjelujur atau teknik menjahit menggunakan tangan. Motif sasirangan dibuat dengan teknik jelujur. Kain pun diwarnai dengan pewarna alam sehingga tampak lebih elegan.
Ini seperti dilakukan perajin muda, Noor Yuritha, pemilik Alina Sasirangan. Selain memproduksi kain sasirangan serta membuatnya jadi busana, Yuritha menambahkan aksesori sehingga membuat pakaian wanita buatannya semakin elegan.
Alina Sasirangan yang bertempat di Jalan Ahmad Yani Kilometer 1 Banjarmasin adalah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) binaan Bank Indonesia (BI) dan Dinas Pariwisata Kalimantan Selatan.
Selembar kain sasirangan Alina dibanderol mulai Rp 550 ribu. Usaha yang dirintis sejak 2020 ini sudah mampu meraih omset bulanan Rp 20 juta ke atas.
Prinsip perempuan cantik yang dikenal dengan panggilan Alina ini adalah menghargai warisan budaya dengan mengedepankan kualitas.
“Dalam membuat motif, saya memunculkan hasil pemikiran dan perasaan hati. Apa yang saya sukai dan menjadi ide, langsung diimplementasikan ke motif sasirangan,” ungkapnya.
Salah satu karya terbarunya adalah sasirangan motif kulit kayu. Dari warna keabu-abuan hingga guratan memang seperti kulit kayu.
“Warna yang dihasilkan di kain sasirangan karya saya menggunakan bahan pewarna jalawe,” kelas Alina.
Pewarna jalawe diperoleh dari kulit buah jalawe. Warna yang dihasilkan bervariasi, mulai dari hijau-cokelat, tergantung pada jenis mordan atau zat pengikat warna.
“Pewarna alami lainnya adalah berbahan serbuk secang yang menghasilkan warna pink dan ungu. Kemudian dedaunan yang menghasilkan warna hijau,” papar Alina yang mengedepankan konsep go green atau ramah lingkungan.
Selain sudah banyak dipasarkan secara nasional, produk sasirangan Alina sudah go international di antaranya tujuan Jepang. “Pembeli dari Jepang umumnya suka lembut dan natural. Selain untuk bahan pakaian, lain sasiranhan juga menjadi home decor,” katanya.
Harapan Alina semakin banyak lagi pembeli dari luar negeri yang menyukai karyanya. Apalagi dalam pemasaran ia juga menggunakan media sosial sehingga bisa merambah pangsa pasar yang luas.
Memang permintaan dari pasar internasional untuk kain sasirangan cenderung tinggi, terutama untuk produk yang menggunakan warna alami. Selain Jepang, pasar sasirangan juga termasuk Inggris, Amerika Serikat, dan Afrika.
Mendukung industri sasirangan yang lebih baik dan lebih terjaga, saat ini juga ada MPIG (Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis) organisasi yang melindungi dan mengembangkan kain sasirangan sebagai produk yang memiliki Indikasi Geografis (IG) dari Kalimantan Selatan.
MPIG Sasirangan memiliki peran penting dalam menjaga kualitas, reputasi, dan kelestarian kain sasirangan. Juga berperan meningkatkan nilai ekonomis dan memberikan manfaat kepada pelaku usaha kecil dan menengah (IKM) yang terlibat dalam produksi kain ini.
Dengan demikian hak-hak eksklusif atas penggunaan nama sasirangan dan ciri khas kain sasirangan terlindungi, sehingga tidak dapat digunakan oleh pihak lain di luar wilayah Kalimantan Selatan.
Hasil kolaborasi MPIG dengan Pemprov Kalsel dan Brida (Badan Riset Daerah) Kalsel juga telah berhasil mendapatkan sertifikat paten sasirangan milik Kalsel pada Juni 2024 lalu.
Ke depan juga akan ada peng-coding-an sasirangan untuk mempertahankan kualitas. Selain itu memudahkan tracking atas suatu produk, ini karya siapa, kapan dibuat dan bahannya apa serta informasi lainnya. (salmah saurin)