TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pensiunan TNI Angkatan Darat (AD), Dwi Singgih Hartono dituntut 14 tahun penjara dalam perkara dugaan korupsi kredit fiktif yang merugikan keuangan negara Rp 57 miliar.
Tak hanya itu, jaksa juga menuntut terdakwa Dwi Singgih Hartono pidana Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
Adapun hal itu disampaikan jaksa penuntut umum saat membacakan surat tuntutan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Dwi Singgih Hartono pidana penjara 14 tahun. Menjatuhkan pidana Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa di persidangan.
Kemudian jaksa juga menuntut terdakwa Pelda Dwi Singgih Hartono dengan uang pengganti Rp 49 miliar.
"Membayar uang pengganti Rp 49 miliar yang harus dilunasi paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Apakah bila tidak dilunasi harta bendanya akan disita. Jika tak mencukupi, maka diganti pidana penjara 7 tahun," jelas jaksa di persidangan.
Jaksa di persidangan juga menguraikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan tuntutan untuk terdakwa Dwi Singgih Hartono.
Perbuatan yang memberatkan, perbuatan terdakwa menghambat program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Perbuatan para terdakwa telah bersekongkol untuk merugikan keuangan negara sejumlah Rp57 miliar. Perbuatan terdakwa tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan kerugian keuangan negara," kata jaksa.
Sementara itu untuk hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggung jawab kepada keluarga.
Selain membacakan tuntutan untuk terdakwa Dwi Singgih Hartono, jaksa juga menuntut terdakwa lainnya dalam perkara tersebut.
Terdakwa Nadia Sukmaria dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 750 juta dan uang pengganti Rp 29 juta.
Kemudian terdakwa Rudi Hotma dituntut 5 tahun penjara, pidana denda Rp 750 juta dan uang pengganti Rp 65 juta.
Terakhir terdakwa Heru Susanto dituntut pidana penjara 5 tahun, pidana denda sebesar Rp 750 juta. Serta membayar uang pengganti Rp 26 juta.
Diberitakan Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartanto didakwa memalsukan data persyaratan pengajuan permohonan pada kredit sebuah bank pelat merah.
Sebanyak 214 dokumen calon debitur itu dipalsukan dan seolah-olah data milik anggota Tentara Nasional Indonesia atau TNI yang bertugas di Bekang Kostrad Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Atas perbuatannya itu, Dwi Singgih Hartanto sebagai juru bayar Bekang Kostrad Cibinong bersama tiga karyawan bank pelat merah didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 57 miliar dalam korupsi dana penyaluran kredit produk bank pada Batalyon Bekang Kostrad Cibinong tahun 2016 hingga 2023.
Selain Dwi, ketiga terdakwa lainnya yakni Nadia Sukmaria, karyawan Bank Cabang Menteng Kecil (2019-2023); Kepala Unit Bank Cabang Menteng Kecil (2019-2022) Rudi Hotma; dan Kepala Unit Bank Cabang Menteng Kecil (2022-2023) Heru Susanto.
Atas perbuatannya itu, keempat terdakwa diancam pidana melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.