Awas jika dibiarkan, kebiasaan ini dapat memicu berbagai masalah pencernaan. Keluhan perut kembung, nyeri ulu hati, atau sensasi panas di dada sering dikira sebagai Maag. Padahal gejala ini juga bisa menandakan penyakit lambung lainnya, seperti Gastritis (radang lambung) atau GERD (asam lambung naik).
Ketiganya memiliki gejala dan faktor pemicu yang mirip. Karena itu penting untuk memahami perbedaannya agar dapat ditangani dengan tepat. Lantas apa bedanya?
Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Internist) Konsultan Hati & Saluran Cerna Mayapada Hospital Surabaya, dr. Gunady Wibowo R, Sp.PD, KGEH memberikan panduan lengkap mengenai maag, gastritis, dan GERD, serta perbedaannya.
Pertama, penyakit lambung yang sering kita kenali ialah Maag. Atau yang dalam istilah medis disebut dispepsia.
"Dispepsia merupakan sekumpulan gejala gangguan pencernaan yang terjadi di saluran pencernaan atas, dengan keluhan berupa nyeri hingga rasa terbakar di area ulu hati (epigastrium), perut terasa penuh, cepat kenyang, mual, bahkan muntah," jelas dr. Gunady dalam keterangan tertulis, Jumat (30/5/2025).
Lebih lanjut dia menjelaskan Gastritis adalah kondisi peradangan pada dinding lambung. Umumnya penyakit lambung ini ditandai dengan nyeri yang terasa panas atau perih di ulu hati, perut kembung, mual dan muntah, nafsu makan menurun, cegukan, serta cepat kenyang. Jika peradangan semakin parah, kondisi ini dapat menyebabkan perdarahan pada saluran cerna, yang ditandai dengan feses berwarna hitam dan muntah darah.
Sedangkan GERD atau gastroesophageal reflux disease terjadi akibat naiknya asam lambung ke kerongkongan. Adapun gejalanya meliputi sensasi terbakar di dada (heartburn), rasa asam atau pahit di mulut, nyeri di dada, sensasi mengganjal di tenggorokan, serta perut kembung. Pada kondisi tertentu, GERD dapat semakin parah jika penderita makan dalam porsi besar, langsung berbaring setelah makan, atau saat beristirahat malam.
"Kondisi ini disebabkan oleh melemahnya otot di bagian bawah kerongkongan (lower esophageal sphincter/ LES), sehingga asam lambung naik dan menyebabkan iritasi," jelas dr. Gunady.
GERD dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk obesitas, kehamilan, usia lanjut, kebiasaan tidur setelah makan, serta konsumsi obat-obatan tertentu. Selain itu, kondisi seperti melemahnya dinding lambung (Gastroparesis), hernia hiatus, atau riwayat operasi di area dada dan perut bagian atas juga dapat meningkatkan risiko GERD.
Baik Gastritis maupun GERD umumnya dipicu oleh pola hidup yang kurang sehat, seperti makan yang tidak teratur, konsumsi makanan tinggi lemak, garam, pedas, atau asam secara berlebihan. Risiko penyakit ini juga meningkat dengan penggunaan obat pereda nyeri yang terlalu sering, kebiasaan merokok (baik aktif maupun pasif), stres, dan faktor usia. Selain itu, beberapa kondisi medis seperti penyakit autoimun, HIV/AIDS, penyakit Crohn, riwayat operasi besar, hingga gangguan ginjal atau liver juga bisa berkontribusi terhadap masalah lambung.
Bagi Anda yang mengalami salah satu masalah pencernaan di atas, Dokter Gunady memberikan beberapa tips untuk mencegahnya. Ia mengingatkan untuk menerapkan pola makan yang teratur guna menjaga kesehatan pencernaan. Selain itu juga penting untuk melakukan manajemen stres.
"Usahakan memberi jeda 4-6 jam antara sarapan, makan siang, dan makan malam, serta konsumsi camilan sehat agar perut tidak kosong. Selain itu, batasi makanan pedas, asam, dan kopi, serta kelola stres dengan baik untuk mencegah gangguan pencernaan," tuturnya.
Jika gejala penyakit lambung tidak kunjung membaik, lakukan pengobatan sesuai anjuran dokter. Namun, jika kondisi semakin memburuk, dokter akan merekomendasikan prosedur endoskopi. Prosedur ini bertujuan untuk memeriksa saluran pencernaan menggunakan endoskop, yaitu selang fleksibel dengan kamera di ujungnya. Dengan alat ini, dokter dapat melihat kondisi esofagus, lambung, dan saluran cerna lainnya melalui layar monitor.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Internist) Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr. Muhamad Yugo Hario Sakti Dua, Sp.PD-KGEH menjelaskan endoskopi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lambung, termasuk lokasi peradangan, seberapa parah kondisinya, serta kemungkinan penyebab lain.
"Dari hasil pemeriksaan, dokter dapat menentukan pengobatan yang paling tepat. Pada kasus gastritis yang sering kambuh, endoskopi juga bisa membantu mencari penyebab lain, misalnya penyakit radang usus (IBD)," paparnya.
Tak hanya berfungsi sebagai alat diagnostik, endoskopi juga sebagai prosedur medis, seperti mengangkat polip, menghentikan perdarahan di saluran cerna, atau mengambil sampel jaringan (biopsi) untuk analisis lebih lanjut.
"Endoskopi dapat digunakan untuk mendiagnosis, sekaligus mengobati berbagai penyakit, seperti batu empedu, gangguan pankreas, varises di saluran makan atas, polip atau kanker usus besar, serta kerusakan lapisan kerongkongan (Barrett's Esophagus)," jelas dr. Hario.
Jika gejala penyakit lambung tidak kunjung membaik, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Gastrohepatology Center Mayapada Hospital menyediakan layanan komprehensif dengan tim dokter multidisiplin yang bersinergi dalam pemeriksaan, diagnosis, dan pengobatan gangguan saluran cerna. Dengan teknologi medis terkini, seperti USG Abdomen, CT Scan, MRI, Endoskopi, hingga Laparoskopi, pasien dapat memperoleh deteksi dini dan penanganan yang lebih optimal.
Untuk kemudahan akses layanan kesehatan, Mayapada Hospital menghadirkan aplikasi MyCare, yang memungkinkan Anda membuat janji temu dengan dokter, hingga menggunakan fitur Emergency Call dalam kondisi darurat.
Akses berbagai informasi kesehatan tentang lambung di fitur Health Articles & Tips, serta pantau kondisi tubuh Anda dengan fitur Personal Health yang terhubung ke Google Fit dan Health Access untuk melacak langkah harian, detak jantung, dan Body Mass Index (BMI).
Unduh MyCare di Google Play Store atau App Store sekarang dan nikmati reward berupa potongan harga bagi pengguna baru untuk layanan kesehatan di seluruh Mayapada Hospital.