Kampanye Sepakbola Indonesia yang Fair Play dan Sportif
GH News May 31, 2025 02:03 AM

Kampanye Sepakbola Fair Play dan Sportif terus dilakukan di Indonesia. Tujuannya untuk mencapai iklim sepakbola sehat yang didambakan.

Isu terkait praktik uang dalam sepakbola usia muda menjadi perhatian banyak pihak terus mewarnai. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu pembahasan dalam Seminar SEPAKBOLA (Seminar Edukasi Penggiat Anti Korupsi Bikin Olahraga Lebih Ajib), yang digelar di Jakarta, Jumat (30/5/2025).

Acara ini terselenggara atas dukungan dari Asisten Deputi Olahragawan Elit Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI, Budi Ariyanto Muslim. Dengan kolaborasi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) dan Sport Corner Indonesia.

Hadir dalam acara tersebut adalah, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK RI, Amir Arief, mantan penyerang Timnas Indonesia, Indriyanto Nugroho, hingga Presiden Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), Andritany Ardhiyasa.

"Bagaimana keresahan dari masyarakat dan di bola sendiri, sepakbola yang semestinya menjunjung tinggi sportivitas dan fairplay, ternyata banyak aspek yang dicederai. Dari pembinaan usia dini, usia menengah, semi-profesional, profesional, pengelolaan liga dan pengelolaan organisasi sendiri dan klubnya sendiri, dimana seharusnya prinsip transparansi dan akuntabilitas," kata Amir Arief saat menyampaikan materinya.

"Karena itulah KPK menyambut baik acara Sport Corner, dan mengajak dari Kemenpora. Karena ini tugas utama kita. Sport itu dari bahasa latin permainan yang menjunjung suka cita, penghormatan kepada value fair play dan sportivitas. Bukan menghalalkan segala cara, bukan membayar duit buat naik kelas, bukan curi umur ketika kompetisi umur," ujarnya menambahkan.

Indriyanto Nugroho yang kini terlibat aktif di sepakbola usia muda menyayangkan terkait dengan isu suap-menyuap di sepakbola usia muda. Menurutnya hal ini menghambat perkembangan sepakbola itu sendiri.

"Sepakbola tidak seharusnya seperti itu, kita lihat kualitas sepakbola, terutama di Eropa, bagaimana mereka bisa menciptakan pemain-pemain berkualitas. Karena mereka fokus, latihan serius konsentrasi dan kedisiplinan," tutur Indriyanto.

"Karena sepakbola bukan dilihat dari finansial orang tua, tapi bagaimana kualitas mereka setiap harinya, latihan, teknik dan taktik, dan mental. Saya berharap ke depan lebih baik lagi," ucapnya.

Sementara Andritany Ardhiyasa meyakini jika praktek itu ada, akan merugikan banyak pihak. Baik secara tidak langsung maupun secara langsung.

"Sebab jika praktek itu berjalan, berarti ada talenta yang disingkirkan. Ada talenta yang sebenarnya mereka punya talenta bisa kita katakan lolos, tanpa sogok-menyogok, akhirnya disingkirkan. Itu pasti akan berkembang ke depan, tidak akan ada sepakbola yang murni yang bisa mengangkat sepakbola kita," ucap kiper Persija Jakarta itu.

"Karena di grassroot 'korupsi di sana', bagaimana nanti sepakbola kita. Kasus seperti ini harus diungkap dan dibersihkan semua," katanya lagi.

Pengamat sepakbola dari Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali mengatakan, bahwa kompetisi di usia muda sangat vital. Pemain muda bisa mendapatkan jam terbang untuk bermain.

"Saya memberikan masukan kepada PSSI, bagaimana Piala Soeratin ke depan itu kompetisi. Jangan hanya bersifat turnamen, sekali tanding pulang. Bagaimana mencari bibit pemain potensial jika hanya sekali main pulang, padahal tim yang kalah itu mungkin ada pemain bagus," ujar Akmal.




© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.