Ketika Anak Kos Belajar Tumbuh: Kisah Mahasiswa Asal Ambon di Tanah Rantau
GH News May 31, 2025 05:04 PM

TIMESINDONESIA, MALANG – Meninggalkan kampung halaman yang akrab bukan perkara mudah—terlebih untuk pertama kalinya. Tapi begitulah kenyataan yang dihadapi ribuan mahasiswa baru setiap tahun. 

Kontributor TIMES Indonesia, Elfi Purnamasari, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unmer Malang, melaporkan Dengan koper penuh harapan, mereka melangkah ke kota orang, menyongsong masa depan yang belum pasti. Namun, di balik status mereka sebagai "anak kos", tersembunyi kisah perjuangan, pertumbuhan, dan pencarian jati diri yang tak ternilai harganya.

Salah satunya adalah Titi Nadia Rumagutawam (20), mahasiswa asal Ambon yang kini tengah menempuh pendidikan di Universitas Merdeka Malang. Tahun pertamanya sebagai perantau, diakuinya, bukan hanya menantang secara fisik, tapi juga mengguncang sisi emosionalnya.

“Awalnya saya pikir yang berat itu cuma soal akademik. Ternyata jauh dari orang tua, harus urus semuanya sendiri, itu bikin saya tumbuh,” ungkap Titi saat ditemui di kampus pekan lalu.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Malang, rasa asing dan ragu kerap menghantui dirinya. Ia mengenang, “Saya sempat bertanya-tanya, bisa nggak ya aku hidup sendiri tanpa orang tua? Bisa nggak aku mandiri?” Suasana baru, rutinitas yang berubah total, hingga keterasingan dari keluarga menjadi tantangan yang tak bisa dihindari.

“Saya benar-benar merasa takut dan sendirian. Hidup sendiri ternyata nggak semudah yang saya bayangkan, lumayan berat,” katanya. Namun, justru dari sanalah titik balik dimulai. “Tapi justru dari situ aku belajar banyak hal. Hidup memaksa aku untuk jadi lebih kuat, dan ternyata aku mampu,” ujarnya sambil tersenyum, menandakan betapa jauh ia telah melangkah.

Selama masa perantauan, Titi mulai menemukan versi baru dari dirinya. Ia belajar mengatur keuangan bulanan, memasak sendiri, mengurus pakaian, hingga membagi waktu antara tugas kuliah dan organisasi. “Yang dulunya aku nggak bisa ngandelin diri sendiri, sekarang aku mulai bisa. Setelah merantau, aku pelan-pelan mulai percaya diri, mulai kenal diri aku sendiri, dan jadi lebih mandiri dari sebelumnya,” jelasnya.

Bagi Titi, menjadi mahasiswa rantau bukan hanya tentang kuliah dan lulus tepat waktu. Lebih dari itu, ini adalah perjalanan mengenal diri, berani keluar dari zona nyaman, dan tumbuh sebagai manusia dewasa.
Merantau, dalam perspektif Titi, bukan sekadar pindah tempat tinggal. Ini tentang tumbuh, belajar, dan membentuk karakter yang mungkin tidak akan pernah muncul jika terus hidup dalam kenyamanan rumah sendiri.

Bagi banyak mahasiswa perantau, langkah pertama di tanah orang memang penuh rasa takut dan rindu. Namun, seperti yang dialami Titi, justru di tempat asing itulah jati diri mulai terbentuk. Kesepian mengajarkan makna kebersamaan, tanggung jawab melatih kedewasaan, dan keterbatasan menciptakan kemandirian. Merantau bukan sekadar perjalanan fisik, tapi juga perjalanan batin menuju versi terbaik dari diri sendiri. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.