TRIBUNNEWS.COM - Ketika badai pandemi Covid-19 menghantam dunia, banyak usaha tumbang digulung ombak ketidakpastian.
Tetapi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bernama Lintang Kejora Gift bak mendapat cahaya terang di tengah wabah yang melanda dunia.
Pandemi Covid-19 justru menjadi titik balik usaha yang dinahkodai warga Solo, Jawa Tengah bernama Rina Sulistyaningsih (50).
Karena di masa pandemi Covid-19, Rina mulai mengenal digitalisasi usaha yang menjadi kunci lompatan Lintang Kejora.
Produk Lintang Kejora adalah dompet, tas, dan berbagai suvenir lainnya yang berbahan kain jumputan khas Solo.
Masih lekat di ingatan Rina, saat pandemi Covid melanda Indonesia di tahun 2020, ia mengaku tidak begitu memahami perkembangan platform digital seperti media sosial.
Tetapi, kondisi pembatasan sosial memaksanya untuk belajar mengenai digitalisasi produk.
"Mau enggak mau harus online, pertama saya punya Instagram, sekarang juga sudah di e-commerce dan media sosial lainnya seperti TikTok," ungkap Rina kepada Tribunnews.com, Sabtu (31/5/2025).
"Digitalisasi sangat diperlukan supaya produk kita makin dikenal," imbuhnya.
Saat itu, Rina mengikuti berbagai pelatihan digitalisasi UMKM.
Selain itu, Rina juga mengikuti sejumlah pameran virtual dan kompetisi bisnis yang diselenggarakan berbagai instansi, kementerian, dan lembaga.
Salah satu prestasi yang tidak dilupakan Rina ialah berhasil menyabet penghargaan Juara 1 dalam even Startup4Industry 2021 yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Momen itu disebut Rina sebagai lompatan bisnisnya di masa pandemi.
Ia mengikuti inkubasi dan mendapat materi branding melalui berbagai platform digital.
Selain memiliki berbagai platform media sosial dan e-commerce, Lintang Kejora juga telah memiliki website www.lintangkejoragift.com.
"Banyak yang pesan melalui website dan juga media sosial, Instagram paling banyak," ungkapnya.
Menurut Rina, semakin banyak produk dijumpai di platform digital, maka peluang mendapat pelanggan dari berbagai daerah semakin terbuka.
Bak menyemai apa yang ditanam, Rina kini sudah mulai merasakan hasil digitalisasi produk yang mulai dirintisnya pada 2015 silam.
Pesanan sudah banyak diterima dari berbagai daerah di Indonesia.
Tidak sedikit mereka yang datang melalui 'pintu masuk' media sosial maupun website.
Bali dan Kalimantan Selatan menjadi daerah di luar Pulau Jawa yang banyak mendatangkan pesanan produk Lintang Kejora.
Selain itu, produk Lintang Kejora sudah ekspor ke Singapura seperti tas, dompet, hingga pesanan home set kitchen seperti apron.
"Sekali lagi pentingnya digitalisasi," tegas Rina.
"Kami dulu diminta mengirim company profile, katalog, kemudian diterima pihak Singapura, terus lolos presentasi, terus pengiriman produk masuk, terus lanjut pengiriman," imbuhnya.
Selain digitalisasi pemasaran produk, Lintang Kejora juga sudah merambah digitalisasi pembayaran.
Tidak hanya tunai dan transfer, Lintang Kejora juga sudah menerima pembayaran menggunakan QRIS.
"Ya, sudah lumayan lama bisa menerima pembayaran QRIS."
"Sangat mudah, apalagi saat ada pameran-pameran, dan banyak sekarang masyarakat yang sudah menggunakannya," ungkap Rina.
Keberhasilan Rina menekuni usaha suvenir dikatakannya tak terlepas dari keberanian untuk mencoba, memanfaatkan peluang yang ada, dan adaptif dengan perkembangan zaman.
"Senengnya apa kita lakuin dulu aja, kalau passion nanti keluar sendiri. Dan jangan lupa pentingnya digitalisasi di era seperti saat ini," ungkap Rina.
Sementara itu, pengamat UMKM, Oratna Wati Br. Singarimbun menilai pelaku UMKM harus memanfaatkan teknologi digital yang ada.
Digitalisasi, ungkap Oratna, menjadi sarana utama memasarkan produk dan memperluas jangkauan pasar.
“Sekarang ini apa-apa viral di TikTok. Tapi jangan salah, walau terlihat mudah, tidak semudah yang kita bayangkan, tapi juga tidak sesulit itu kalau tahu caranya,” ujar Oratna saat acara webinar Forum Diskusi Publik Digitalisasi UMKM pada Rabu (7/5/2025).
Pelaku UMKM juga harus mengetahui tren penggunaan media sosial untuk mengetahui target pasar.
Dicontohkan Oratna, Facebook saat ini mulai bergeser fungsinya menjadi ruang berjualan yang aktif, terutama bagi pengguna usia 35 tahun ke atas.
Sedangkan kalangan muda dan dewasa awal banyak menggunakan Instagram dan TikTok.
Digitalisasi usaha, kata Oratna, bisa dimulai dari hal kecil.
Misalkan, potensi pemasaran dapat dimulai dari lingkaran pertemanan terdekat tanpa harus menunggu memiliki ribuan pengikut.
“Mulai dari story WhatsApp, unggahan di Instagram atau Facebook, bisa langsung menarik pelanggan. Di satu kampung pun sekarang tinggal chat kalau mau beli kue atau jasa laundry,” katanya.
Baru setelahnya, pelaku UMKM dapat menaikkelaskan usahanya ke e-commerce seperti Shopee atau yang lain.
Selain pemasaran, digitalisasi pembayaran juga disinggung Oratna.
Hampir semua lapak menerima transaksi melalui QR code hingga ShopeePay, dan dompet digital lainnya.
“Warung-warung pun sekarang sudah pakai kode QR. Ini bukti bahwa pelaku usaha mikro juga mulai beradaptasi,” ujarnya.
Selain itu, Oratna juga menyebut digitalisasi dapat dimanfaatkan untuk belajar.
Pelaku UMKM bisa belajar dari tutorial hingga strategi bisnis tanpa harus mengikuti kursus formal.
“Sekarang orang belajar dari TikTok, dari YouTube. Tinggal cari tutorialnya. Asal mau cari tahu, semua ada,” ujar Oratna.
(Gilang Putranto)